Amankan Pangan, Rakyat Sejahtera

dimuat di Pikiran Rakyat, edisi Kamis 16 Oktober 2008, lihat versi online

Oleh Prakoso Bhairawa Putera

Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan telah mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Dengan kata lain, untuk bisa menciptakan "aman" pangan dibutuhkan juga kontribusi masyarakat yang bertanggung jawab. Pemerintah sebagai pihak menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi.

Kenyataan di lapangan ternyata tidak serupa dengan yang diamanatkan UU. Pangan nasional masih menimbulkan masalah kecukupan produksi, distribusi, dan pendapatan pangan mempunyai efek multidimensi. "Aman" pangan adalah kunci untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan rakyat mendapatkan akses sejahtera. Layaknya filosofi dari kata "aman", maka "aman" pangan tidak hanya diasumsikan sebagai kemampuan ketersediaan pangan bagi rakyat semata, tetapi perlu ditambahkan pada kondisi mendatang dengan penyiapan regulasi yang "mengamankan" pangan itu sendiri, kesiapan dan kemampuan teknologi dan sumber daya manusia andal yang mendukung keberlanjutan produksi pangan di negeri ini.

Jika merujuk pada paradigma ketahanan pangan nasional selama ini, selalu diarahkan pada kebijakan swasembada dan stabilitas harga yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin harga dasar yang ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi pasar. Sebenarnya, paradigma ini perlu dilakukan penguatan akses masyarakat untuk memperoleh pangan itu sendiri dengan meningkatkan kegiatan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan, bukan lagi mengejar swasembada komoditas per komoditas meskipun ini juga perlu.

Akses ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat dan kemampuan setiap rumah tangga memperoleh pangan dari hari ke hari adalah indikator awal. Ketersediaan pangan yang cukup di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga. Oleh karena itu, kelancaran distribusi pangan sampai wilayah permukiman serta daya jangkau fisik dan ekonomi rumah tangga terhadap pangan merupakan dua hal yang sama pentingnya.

Penguatan "aman" pangan pun perlu diarahkan pada pengembangan pangan dengan mengembangkan sistem pangan yang berbasis pada keberagaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan, dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memerhatikan peningkatan pendapatan petani yang berbasis sumber daya nasional secara efisien dan berkelanjutan, menuju masyarakat yang sejahtera.

Kebijakan

Apabila prasyarat pertama telah terpenuhi, penguatan kebijakan "aman" pangan adalah penting. Pemerintah tidak perlu lagi tergoda membangun pertanian secara instan dengan mengedepankan kebijakan instrumen fiskal tanpa mau bersusah payah meningkatkan produksi.

Idealnya, sebuah kebijakan maka tidak lain tidak bukan terlebih bagi sektor pertanian, maka kepastian jaminan pasar sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam komoditas tanaman pangan menjadi keharusan. Peningkatan produksi tanaman pangan hanya akan tercapai apabila pemerintah mampu memberikan kepastian kepada petani. Baik dalam bentuk jaminan harga maupun penyerapan produk. Lembaga stabilisasi harga dan pasokan, seperti Perum Bulog, mesti dimanfaatkan dan diberdayakan dengan baik. Kalau bisa Perum Bulog jangan hanya berperan mengamankan beras, tetapi diperluas untuk komoditas lain seperti jagung, kedelai, dan juga umbi-umbian. Mekanisme pembelian produk pertanian oleh Bulog atau lembaga lain yang memiliki peran dan fungsi yang sama harus dilakukan dalam segala kualitas.

Bila semua titik kebijakan telah diupayakan, tetapi jangan sampai terlewatkan perlunya evaluasi tingkat produksi, dengan tidak hanya dilakukan evaluasi tingkat produktivitas semata. Perlunya juga evaluasi terhadap komoditas tanaman pangan secara berkelanjutan di tingkat nasional maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Evaluasi ini penting dilakukan untuk melihat keseimbangan tingkat konsumsi dengan laju pertumbuhan produksi pangan. Selain itu, revisi rencana strategis jangka pendek dan panjang dengan lebih mengintensifkan upaya peningkatan produktivitas di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan mesti dilakukan.

Keberanian mengeluarkan kebijakan juga, mesti diikuti dengan pelaksanaan pembaruan agraria, dengan ditunjang pembangunan infrastruktur perdesaan seperti irigasi dan jalan-jalan desa. Begitu juga dengan keberanian menegakkan "aman" pangan dengan cara berswasembada dan melepaskan ketergantungan terhadap mekanisme pasar bebas.***

Penulis, peneliti PAPPIPTEK Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: