(Berprestasi tanpa Narkoba dan Hidup Sehat Bersama Keluarga)
Oleh : Prakoso Bhairawa Putera S
Staf Pengajar (tidak tetap) FISIP – Univ. Sriwijaya, Peneliti PAPPIPTEK LIPI
MUNGKIN sudah terlalu sering kita mendengar atau membaca dari pelbagai sumber mengenai narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya (NAZA). Meski demikian hal ini harus menjadi perhatian bersama untuk mempersempit ruang penyebarannya ditengah peliknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penyebaran NAZA, terlebih narkotika di Indonesia setiap tahunnya cendrung mengalami peningkatan. Awal tahun delapan puluhan jaringan narkoba di Indonesia masuk dalam jaringan terbesar di Asia Tenggara. Dengan perangkat perundang-undangan yang relatif tidak tegas (saat itu) bagi pengedar ataupun pemakai meyebabkan kita dijadikan kawasan potensial peredaran sindikat narkoba dunia. Entah berapa banyak kasus tercatat di kepolisian Indonesia yang tak jarang warga negara asing tercatat dalam buku hitam kepolisian. Ini membuktikan bahwa Indonesia benar-benar telah disusupi sindikat pengedar internasional. Dan target market mereka adalah remaja dan anak-anak.
Berdasarkan data, kasus narkoba yang ditangani Polda Metro Jaya di Jakarta meningkat tiap tahunnya, tahun 2001, total kasus tercatat 1.781 dengan 2.160 tersangka. Tahun 2002, jumlah kasus naik menjadi 2.559 dengan 3.060 tersangka. Di tahun 2003 melonjak lagi menjadi 2.973 dengan 3.828 tersangka. Lebih ironisnya lagi pemakai narkoba yang ditangkap polisi 60% - 70% berusia antara 16-21 tahun. Bahkan menurut catatan Polda Metro Jaya menyebutkan, selama 2001-2006 kasus narkoba yang ditangani 23.525. Mereka yang terlibat dalam lima tahun ini, 28.459 laki-laki dan 1.810 perempuan. Dengan rentang usia 10-18 tahun, 1.471 orang, usia 19-27 tahun, 15.181 orang, dan usia 28 tahun ke atas, 13.614 orang
Badan Narkotika DKI Jakarta pun mengungkapkan ada 73 wilayah di Jakarta yang diduga menjadi tempat peredaran narkoba. Tahun 2002 dari 2.898.384 remaja usia 15-29 tahun diestimasikan antara 10.000-16.750 telah mengkonsumsi narkoba. Fakta tersebut sudah sangat memperlihatkan betapa membahayakannya narkoba yang setiap hitungan detik bertambah terus, yang kesemuanya menempatkan remaja sebagai objek komsumsinya.
Angka-angka tersebut hanya perhitungan pada tingkat ibukota negara saja, angka yang lebih mengerikan dengan jumlah lebih besar jika membuka data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat jumlah pengguna Narkoba di seluruh republik ini dari pelajar SD pada tahun 2006 berjumlah 8.449 orang. Jumlah tersebut meningkat lebih dari 100 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 2.542 orang.
Lonjakan yang paling tinggi terjadi pada jumlah pengguna di lingkungan SMP dan SMA yang kini mencapai 73.253 orang. Padahal pada tahun 2004, jumlah pengguna narkoba masing-masing sebanyak 9.206 orang dan meningkat tajam pada tahun 2005 menjadi 19.489 orang. Faktor utama yang menyebabkan remaja menyalahgunakan narkoba dimulai dari pengaruh lingkungan (86 persen), sekedar iseng atau coba-coba (74,15 persen), pola asuh yang otoriter (70 persen), pengaruh dari teman sebaya (51,14 persen), dan pengaruh film dan TV (47,15 persen).
Narkotika pertama kali muncul dalam istilah Yunani yaitu nake yang artinya beku, lumpuh dan dingin. Orang-orang di Amerika lebih mengenalnya dengan sebutan narcotic, dan di Malaysia lebih popular dengan sebutan dadah. Indonesia sendiri menamakan narkotika dan jenisnya dengan narkoba. Pada kalangan remaja (baca: anak muda), mereka memberikan istilah bagi para pemakainya dengan junkie.
Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. 196/Men.Kes/SK/1977 memutuskan untuk melarang sembilan jenis obat-obatan narkotika yang digunakan untuk kepentingan pengobatan yaitu : acetorphinum, alphacetyl, menthadolum, heroinum, hydromorphonum, ketobemidonum, nicomorphinum, oximorphonum, rocemorphanum, dan debaconum.
Pengaruh narkotika bergerak perlahan tapi pasti menghancurkan keberadaan bangsa karena konsumen terbesarnya adalah generasi-generasi yang akan melanjutkan kelangsungan bangsa ini di hari esok. Akankah generasi yang suka menutup diri, berbadan ceking, tingkat emosional tinggi dan sulit diajak komunikasi, daya ingatnya terganggu, panik serta bermalas-malasan. Akan kita biarkah generasi yang rusak akibat narkoba bertambah, bertambah dan bertambah lagi.
Penyalahgunaan Narkoba dan Dampaknya
Tingginya kasus penyalahgunaan narkoba di negeri ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada bertambahnya jumlah pengguna baru. Sebuah penelitian di tiga kota besar memperlihatkan 88% pemakai narkoba melalui jarum suntik menggunakan jarum tidak steril secara bergantian, namun hanya kurang dari sepertiga dari mereka yang menyadari bahwa dirinya berisiko untuk menularkan dan tertular HIV. Di Jakarta, satu dari dua pecandu narkoba terinfeksi HIV, sementara di Pontianak, Kalimantan Barat, lebih dari 70% pecandu narkoba sintik yang dites HIV ternyata menunjukkan hasil positif.
Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa mayoritas pengguna narkotika berada dalam usia produktif dan aktif seksual (15-49 tahun). Dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang terjangkit penyalahgunaan narkoba, maka negara pun turut dirugikan dalam segi finansial. Berdasarkan referensi, bila satu persen penduduk Indonesia terjangkit penyalahgunaan narkoba, maka setidaknya terdapat 2,2 juta pecandu.
Ini berarti negara harus mengeluarkan dana penanggulangan masalah narkoba sebesar Rp 66 triliun per enam bulan. Jumlah ini akan semakin meningkat, karena data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai 3,3 persen dari total penduduk.
Para ahli di bidang ini acapkali mengingatkan kita agar menghindari penyakit sosial yang telah banyak merenggut korban akibat over dosis (od). Peran lingkungan dan teman sepermainan sangat menentukan. Terlebih keluarga sebagai kata kunci, terlalu banyak kasus penyalahgunaan yang dilakukan remaja dari kalangan ekonomi atas dan alasan mereka mungkin sudah terlalu basi bagi sebagian diantara kita mendengarkannya. Yaitu tidak lain kurangnya kasih sayang dari orang tua. Di mana Ayah-Ibu, Papi-Mami, Bokap-nyokap adalah orang karier, super sibuk, waktu untuk keluarga terbatas dan memberikan perhatianya melalui materi fisik saja. Sedangkan materi non fisik berupa psikologis (kasih sayang) kepada buah hati mereka sedikit atau barangkali terlupakan.
Narkoba memiliki efek yang buruk bagi tubuh, dan efek ini berbeda antara oarang satu dengan yang lainnya. Efek langsung seperti kesenangan yang hebat, merasa sehat, berkurang rasa sakit, lapar dan nafsu bersetubuh. Pecandu juga rawan tertular virus hepatitis C dan AIDS melalui jarum suntik yang tidak steril. Kejadian infeksi virus hepatitis C pada pengguna narkotika lewat suntikan, dilaporkan mencapai 80,2 persen di Jakarta. Infeksi itu akan berkembang menjadi hepatitis C kronik pada 60-80 persen di antaranya. Sepuluh sampai 20 persen penderita hepatitis kronik akan mengalami sirosis hati dalam kurun waktu sepuluh tahun. Bahkan, sebanyak 20-30 persen pasien narkoba yang dirawat di Jakarta dinyatakan positif menghidap HIV.
Penyebaran bahaya lanjutan dari penggunaan narkoba dapat terlihat pada bagan jalur penularan HIV terkait dengan Narkoba dan Seks, berikut ini;
Pada bagan terlihat jelas, dimana pengguna narkoba suntin akan langsung bersingguangan dengan bahaya dari penyakit Hepatitis C dan berakhir dengan pengidap HIV. Walaupun demikian, bukan berarti mereka pengguna narkoba non suntik akan terbebas dari bahaya Hepatitis C dan HIV, mereka akan tertular dari kegiatan free seks yang acapkali dilakukan.
Kenali Sejak Dini
Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak ke dewasa ditandai dengan pertumbuhan yang cepat pada diri seseorang baik jasmani, kejiwaan, maupun sosialnya. Terkadang perubahan itu tidak berjalan seimbang, misalnya saja jasmani pertumbuhannya begitu oke tetapi perkembangan jiwanya tidak.
Hal ini bisa menimbulkan benturan dalam dirinya sehingga sering muncul perasaan bingung gelisah, tegang dan ketakutan. Pada masa ini juga seseorang ingin mengetahui siapa dirinya. Tak jarang untuk mengetahuinya mereka mencoba hal-hal baru yang selama ini tidak dikenal dan dirasakan. Mereka juga berusaha untuk lepas dari bayang-bayang atau otoritas orang tua dan mulai berkelompok-kelompok membentuk perkumpulan setipe diantara mereka. Nah, pada saat-saat seperti inilah oknum-oknum yang menyesatkan dengan membawa narkoba masuk dalam lingkungan remaja.
Ada bermacam-macam alasan mengapa obat-obat berbahaya digunakan oleh orang muda. Sekalipun begitu, ada salah satu alasan yang paling penting dan sering terjadi di banyak negara di dunia, yaitu, perubahan dalam struktur sosial.
Ketika situasi pendukung bagi orang muda sudah mulai berganti, orang muda itu tidak dapat mebiasakan diri dalam situasi baru tersebut. Akibatnya, orang muda mencari perlindungan. Malangnya, sering perlindungan itu didapat dalam dunia adiksi obat. Migrasi dari desa ke kota untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik merupakan penyebab untuk bertambahnya adiksi obat di antara orang muda di kota besar seperti Jakarta.
Rupanya, detasemen dari keluarga dan nilai-nilai tradisionil serta struktur pendukung dapat menghalau orang muda menuju dunia yang penuh kesepian dan yang terisolasi serta keputus-asaan. Juga, kekurangan pendidikan dan atau ketramplian sering mengakibatkan pegangguran dan umumnya sulit sekali untuk orang muda membiasakan dengan gaya hidup kota. Banyak persoalan yang berganti dengan mulai hidup baru bisa membawa orang muda menuju obat-obat berbahaya.
Namun, pergantian struktur sosial tidak saja alasan bahwa penyebab orang muda menggunakan obat-obat narkoba. Ada banyak alasan yang lain seperti ketersediaan narkoba tersebut dan apakah narkoba itu diterima khalayak ramai, ingin tahu dan secara eksperimental, memberontak, depresi, sebagai cara untuk bersantai atau menghadapi keadaan stres, bosan atau sakit atau untuk mengalami perasaan mabuk atau berahi.
Pernyataan ini dikuatkan dengan hasil survei nasional penyalah-gunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok rumah tanggal di Indonesia tahun 2005 yang dilakukan oleh Prof. Dr. Budi Utomo. Hasil survei tersebut berhasil mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang rawan narkoba. Beberapa karakteristik pokok kelompok masyarakat rawan narkoba ini, antara lain, remaja dan dewasa muda, pendidikan tinggi, ekonomi mampu, laki-Iaki, bergaya hidup modern, dan hidup di kota di lingkungan dengan aturan hidup yang lebih longgar.
Dari identifikasi ini dapat dikenali beberapa faktor penting yang mendorong penyalah-gunaan narkoba, antara lain:
Perilaku mencoba, mencari identitas, interaksi/ pengaruh sebaya. Karakteristik ini menjadi penjelas mengapa penyalah-gunaan narkoba banyak teIjadi pada rernaja, pelajar dan mahasiswa dan penghuni rumah koso
Interaksi dengan dunia luar, perilaku hidup modern. Karakteristik ini tercermin pada penyalah-gunaan narkoba yang lebih banyak teIjadi pada kelompok pendidikan tinggi, mereka yang merokok dan minum alkohol, dan mereka yang hidup di kota.
Ekonomi mampu. Konsumsi narkoba adalah mahal, sehingga hanya mereka yang mampu secara ekonomi yang dapat teratur membeli dan mernakai narkoba. lni tercermin bahwa sebagain besar penyalah-guna adalah mereka yang bekeIja, pelajar atau mahasiswa.
Kemudahan akses dan peredaran narkoba. Kemudahan akses terhadap narkoba merupakan faktor penting dalam penyalah-gunaan narkoba. Ini tercermin dari banyaknya penyalah-gunaan di kota, dan mereka yang hidup dengan banyak ternan sebaya seperti di rumah koso
Lingkungan sosial yang permisif dan terbuka. lni terbukti dengan lebih banyaknya penyalah-gunaan narkoba di kota dan di rumah kos yang umumnya mempooyai aturan hidup yang lebih longgar.
Beberapa ahli juga pernah memberikan ciri-ciri remaja dengan resiko tinggi menjadi penyalahguna narkoba diantaranya: sifatnya mudah kecewa dan kecendrungan menjadi agresif dan destruktif untuk mengatasi kekecewaan itu. Sifatnya tidak dapat menunggu atau bersabar yang berlebihan apa yang diinginkan harus segera dipenuhi saat itu juga.
Adanya hambatan atau penyimpangan psikoseksual disebabkan proses identifikasi anak laki-laki pada ayahnya atau anak perempuan pada ibunya tidak berlangsung dengan baik akibatnya anak mengalami kesulitan dalam bergaul dengan lawan jenis, malu, rendah diri, sukar didekati atau mendekayi lawan jenis, suka menyendiri, terlibat masturbasi secara berlebihan atau tidak pernah masturbasi sama sekali.
Sifat menentang aturan atau cara yang resmi dalam masyarakat untuk mencapai apa yang diinginkan. Sifat suka mengambil resiko yang tidak tepat berlebihan atau terlalu besar resikonya sebagai suatu cara untuk memperlihatkan keberanian dan kehebatanya. Sifat cepat bosan, murung, dan merasa tertekan. Perilaku anti sosial pada usia dini seperti tindakan kekerasan, mencuri dan kejahatan lainnya. Perilaku menyimpang pada usia dini seks, berhenti sekolah, merekok pada usia yang sangat muda. Adanya keterbelakangan mental taraf pembatasan, karena keadaan ini mudah menimbulkan perasaan malu, curiga, rendah diri, dan kurangnya kemampuan untuk menyelesaikan persoalan.
Selain itu juga Keluarga Relawan LSM dan Individu Pemerhati NAZA (Kerlip NAZA) dalam brosurnya memberikan tanda-tanda seorang menggunakan NAZA. Tanda-tanda tersebut dapat terlihat di sekolah dan di rumah. Di sekolah dikatakan bahwa apabila nilai pelajaran menurun, motivasi sekolah menurun, malas berangkat dan malas membuat tugas-tugas sekolah, sering bolos, sering keluar kelas dan tidak kembali ke sekolah, mengantuk di kelas, sering bosan dan tidak memperhatikan guru, sering dipanggil guru karena tidak disiplin, meninggalkan hobi-hobinya yang terdahulu misalnya kegiatan ekstrakulikuler dan olahraga yang dulu digemarinya, mulai sering berkumpul dengan anak-anak yang tidak beres di sekolah, sering meminjam uang pada teman, berubah gaya berpakaian, tidak perduli pada kebersihan, teman lama ditinggalkan, bila ditanya sikapnya defensif atau penuh kebencian, dan mudah tersinggung merupakan tanda-tanda yang perlu diselidiki apakah ia menggunakan NAZA.
Adapun tanda-tanda di rumah adalah semakin jarang mengikuti kegiatan keluarga, berubah teman dan jarang mau mengenalkan temannya, teman sebayanya makin tampak mempunyai pengaruh negatif, mulai melupakan tanggung jawab rutinya di rumah, sering pulang lewat jam malam, sering ke disko atau pesta, waktu dihabiskan dikamar, malas makan dan jarang mau makan sama keluarga merupakan gejala awal seorang menggunakan narkoba. Kemudian berlanjut dengan sering menghabiskan uang tabungan, barang-barang berharga miliknya atau milik keluarga yang dipinjamkannya sering merongrong keluarga untuk minta uang dengan berbagai alasan, tidak mengizinkan orang tua masuk ke kamarnya, ada obat-obatan, kertas timah, bau-bauan yang tidak biasa di rumah terutama kamar mandi dan kamar tidur atau ditemukan jarum suntik namun bila ditanya ia akan mengatakan bahwa barang-barang itu bukan miliknya. Maka kenalinya tanda-tanda ini sejak dini karena terlambat mengetahuinya akan memperparah keadaan. Dan mari kita mulai dari diri dan keluarga kita untuk mengatakan Say no to DRUGS.
Rekomendasi
Hambatan utama pemberantasan peredaran selalu mengalami jalan buntu, pemerintah acapkali dibenturkan dengan berbagai permasalahan yang ada. Sebenarnya kunci pemberantasan bukan berada pada pemerintah saja, tetapi semua komponen di republik ini. Pemerintah wajib memberikan perangkat hukum yang lebih keras dan bila perlu ’mematikan’ bagi para sindikat yang terlibat di dalamnya, baik itu pengguna, pengedar maupun produsernya.
Kunci lain yang bisa dilakukan adalah memperbanyak kegiatan-kegiatan yang melibatkan remaja di dalamnya, dan tanpa henti-hentinya menyuarakan ’say no to drugs’, klasik tetapi patut untuk disuarakan. Memperketat pengawasan terhadap anak-anak sekolah dari tingkat yang paling rendah (Sekolah Dasar) hingga Perguruan Tinggi. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah kehangat keluarga. Keluarga merupakan komunitas pertama yang akan membentuk seseorang menjadi jiwa yang sehat, dengan kehangatan keluarga melalui komunikasi yang harmonis antar anggota di dalamnya bisa memperkuat hubungan dan kemantapan hati. Kemampuan orang tua dalam melihat perubahan yang terjadi pada anak-anaknya sangatlah penting sebagai langkah awal. Ketidakpahaman orang tua akan dunia kaum muda dan tantangan yang mereka hadapi di sekolah atau kampus, akan membuat orangtua tidak dapat menangkap gejala-gejala dini.
Anak-anak akan membutuhkan pendidikan dari ayah dan ibunya untuk menjadi anak yang mampu bersikap tegas. Keluarga yang cenderung menekan anak sehingga ia berkembang menjadi anak yang kodependen, akan mempersulit sang anak mengatakan tidak pada saay ia perlu mengatakan tidak dan saat ia perlu menciptakan batasan (boundary). Anak-anak kodependen sering sulit menolak ajakan teman. Ini juga yang akan mempersulit mereka menolak ajakan teman untuk memakai narkoba dan menolak ajakan berhubungan seks. Rasa tak percaya diri, rasa sungkan, membuat mereka lebih baik menekan perasaan dan tutup mulut.
Atas dasar hal ini, anak-anak perlu diberdayakan dengan membuatnya bebas berekspresi, sehingga setiap ada masalah ia siap berdialog dengan orang tuanya kapan saja. Di sinilah pentingnya peran orang tua, bahwa kampanye ’say no to drugs’ tatkan berhasil bila lingkungan keluarga dan sosial si anak tidak mendukung. Ini terkait dengan perkembangan mental dan emosional anak serta informasi yang mereka dapatkan dari orang tuanya mengenai realitas kehidupan sehingga ada antisipasi dari mereka menemui sejumlah masalah, termasuk Narkoba, lalu HIV.
Bila anak terkena masalah, sangat penting bagi orang tua dan keluarga mengambil tindakan, tetapi bila hanya rasa malu atau keinginan menjaga nama baik keluarga menjadi tidak membantu. Inilah persoalan khusus yang mengkhawatirkan bila terjadi pada anak. Selagi dini, masih ada jalan untuk memperbaiki setiap kerusakan dan permasalahan yang terjadi. Beri kesempatan kepada anak untuk berekspresi dan menunjukkan bakat dan kemampuan mereka, karena setiap jiwa yang terlahir telah diberikan keistimewahan. Keistimewahan itulah yang kemudian tumbuh menjadi minat dan bila diteruskan bisa menjadi prestasi yang membanggakan bersama. Hidup dengan kehangatan keluarga, cinta dan penuh kasih sayang merupakan dambaan setiap orang. Lalu kenapa itu tidak kita wujudkan pada keluarga kita? Sekali lagi, mari kobarkan bendera perang terhadap narkoba agar Kehangatan – Cinta – Kasih Sayang dapat terwujud mulai dari lingkungan keluarga hingga negar tercinta ini.