Seminar Nasional Informatika 2008

SEMINAR NASIONAL CALL FOR PAPERS
TEMA :
E-GOVERNMENT : TANTANGAN, IMPLEMENTASI DAN INTEGRASINYA
YOGYAKARTA, 24 MEI 2008


Latar Belakang
Seminar Nasional Call For Papers “E-government : Tantangan, Implementasi dan Integrasinya“ Teknik Informatika UPN “Veteran” Yogyakarta merupakan salah satu agenda dalam memperingati ulang tahun emas UPN “Veteran” Yogyakarta pada tanggal 15 Desember 2008. Seminar ini telah menjadi salah satu agenda kegiatan dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman dan melibatkan Teknik Informatika UPN “Veteran” Yogyakarta sebagai penyelenggara.
Seminar nasional ini diharapkan akan melibatkan banyak pihak mulai dari akademisi, praktisi, developer, pemerintahan, sampai stakeholders (end user). Permasalahan yang akan didiskusikan mulai dari hal yang bersifat teknis mengenai E-government sampai ke hal yang bersifat sosial dan manajerial. Diharapkan melalui seminar nasional ini, interaksi antara perspektif yang berbeda dari banyak pihak dapat mencapai tujuan yang sama menyelesaikan tantangan implementasi dan integrasi dalam E Government.
Panitia Seminar Nasional “E-government : Tantangan, Implementasi dan Integrasinya“ Teknik Informatika UPN “Veteran” Yogyakarta mengharapkan kepada para akademisi dan praktisi untuk mengirimkan makalah.

Topik
Topik yang akan dibahas dalam Seminar Nasional “E-government : Tantangan, Implementasi dan Integrasinya“ Teknik Informatika UPN “Veteran” Yogyakarta meliputi semua hal mulai dari yang bersifat teknis mengenai E-government dan aplikasi teknologi informasi lain seperti:
1.Kecerdasan Buatan
2.Sistem Informasi
3.Jaringan Komputer
4.Robotika
5.Multimedia
6.Mobile Computing, dan lain-lain
sampai ke hal yang bersifat sosial dan manajerial.

Penyelenggaraan

Hari / Tanggal:Sabtu / 24 Mei 2008
Jam :08:00 -selesai
Tempat
:

Ruang Seminar Gedung Agus Salim
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
Jl.Babarsari No. 2 Yogyakarta







Pembicara
Sri Sultan HB X - Gubernur DIY (dalam konfirmasi)
Ir. Cahyana Ahmadjayadi - Dirjen Aplikasi Telematika
Ir. Lukito Edi Nugroho, M.Sc., PhD. - Direktur MTI UGM
Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS. - Rektor UPNVY


Makalah
Penulis harus menyerahkan abstrak untuk di review. Setelah direview, peserta diharapkan segera mengirimkan makalah lengkap (fullpaper) yang ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, diketik dengan menggunakan format doc. Halaman single column, pada kertas A4 (21*29.7 cm) dengan margin 3-3-2-2 cm (left-top-right-bottom), menggunakan huruf Times New Roman 10 point dengan spasi tunggal. Makalah yang masuk akan diterbitkan dalam Prosiding Semnasif ISSN: 1979-2328

Pendaftaran

21 Feb 2008 - 17 Mei 2008 :
Pendaftaran Peserta Tanpa Makalah
21 April 2008 : Batas akhir penerimaan abstrak
30 April 2008
:
Pengumuman penerimaan
14 Mei 2008
;
Batas akhir penerimaan full paper
14 Mei 2008
:
Batas akhir pembayaran (pemakalah)
24 Mei 2008
:
Pelaksanaan seminar dan Batas akhir pembayaran seminar (bukan pemakalah)


Biaya Pendaftaran
Peserta dengan makalah :
Biaya makalah pertama : Rp. 250.000
Biaya setiap makalah berikutnya : Rp. 200.000 (jika lebih dari satu makalah yang diterima)

Peserta tanpa makalah :
Pemerintahan : Rp.100.000
Umum dan Praktisi : Rp.100.000
Dosen, Mahasiswa S2 dan S3 : Rp. 75.000
Mahasiswa S1 dan D3 : Rp. 50.000

Cara Pendaftaran
Biaya pendaftaran dapat dibayarkan melalui :

  1. Sekretariat Panitia Seminar Nasional Inormatika 2008 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, UPN ”Veteran” Yogyakarta
  2. Transfer ke rekening no. 137-00-0572123-4 Bank Mandiri Cab. UGM atas nama Juwairiah. (Bukti pembayaran dapat dikirimkan melalu email ke semnas@if.upnyk.ac.idThis e-mail address is being protected from spambots, you need JavaScript enabled to view it )

Pendaftaran dapat melalui :
Telepon:
Kantor Jurusan Teknik Informatika (0274) 485323
Contact Person :
Awang (0274 741 6941)
Iwan (0812 273 2222)
Lina (0817 411 8606)
Juwai (0815 685 0935)
Wilis (0274 741 1273)
Fax :
(0274) 485323


Website :
http://semnas.if.upnyk.ac.id
E-mail : semnas@if.upnyk.ac.idThis e-mail address is being protected from spambots, you need JavaScript enabled to view it , semnasif@upnyk.ac.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Aisyah di Balik Tirai Jendela


Judul : Aisyah di Balik Tirai Jendela
Penulis : Hamsad Rangkuti, Titie Said, K. Usman, Koko P. Bhairawa, dll
Penerbit : Bestari – Zikrul Hakim
Cetakan I : April 2006
Tebal : 160 Halaman, uk. 11,5 x 17,5 cm

Kepiawaian Hamsad Rangkuti mempermainkan alur cerita kembali terbukti dalam cerpen yang menjadi judul utama dalam buku kumpulan cerpen yang setebal 160 halaman ini. Pandangannya yang kritis dan ‘gelisah’ tertuang dalam alur cerita yang terjaga, dari awal hingga akhir. Wajar saja jika ketika buku ini dilauncing pada 2 Mei 2006 yang lalu di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin ini mendapat respon yang luar biasa dari para pengunjung
.
Bukan hanya itu saja, buku ini diterbitkan sebagai kado termanis bagi Himpunan Pengarang Indonesia ”AKSARA” yang ke-25 tahunnya. Antalogi cerita pendek ini berisi 14 cerita pendek karya penulis-penulis kenamaan lainnya. Bahkan buku ini menghadirkan nama-nama seperti Mikael Haekal, Idris Pasaribu, Aam Amalia, Anna Mariana Massie, Andy Wasis, K. Usman, Koko P. Bhairawa, Lilimunir C, Mutiah Alhasany, Purhendi, Titie Said, Rahmat Ali, dan Sugiono MP. Buku ini sangat layak dikonsumsi oleh semua generasi, seperti para pengarang yang tergabung dalam buku ini juga, yaitu dari generasi pertama AKSARA sampai dengan generasi terbaru (Koko P. Bhairawa) hadir mengisi keragaman cerita dan polemik di dalam buku ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Coklat di Negeri Pasir

Coklat di Negeri Pasir

(Koko P Bhairawa)

Cerpen ini merupakan salah satu cerpen terbaik dalam festival kreatifitas pemuda tahun 2005 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (MEMPORA) dan CWI 2005, serta masuk dalam kumpulan cerpen "La Runduma"

DAHULU kami hidup dengan te-nang, sampai pada suatu ketika bapak kehilangan tanah – tempat dimana beliau selalu mencangkuli permukaan humusnya. Dulunya di pagi Minggu, aku, bapak, emak dan adik Tyo acapkali pergi ke ladang di belakang rumah yang jaraknya tak lebih dari lima ratus meter saja. Konon tanah itu tidak ada yang tahu siapa empunyanya. Bahkan sejak kami belum datang dan menetap, para tetangga sudah ada yang membuka lahan di sana. Jadi bapak pun berinisiatif untuk ikut berladang. Walaupun sekadar menanami ladang dengan tiga puluh sampai empat puluh rumpun Sahang saja, ditambah lagi dengan beberapa batang tomat, cabe dan tanaman kacang-kacangan.

”Lumayan untuk menambah bumbu dapur,” kata Bapak ketika memulai berladang dulu.

Setiba di ladang, biasanya aku tidak langsung membantu Bapak menyiangi rumput ataupun memetik buah tomat yang telah ranum dan cabe-cabe yang begitu memerah. Kebiasaanku setiba di ladang selalu menghampiri sebuah kolam terlebih dahulu. Oleh warga di kampung kolam itu lebih dikenal dengan sebutan kolong. Di kolong aku akan memasang beberapa rawai di sudut-sudut yang telah kukenali sebagai markas para ikan.

Kolong bagi warga bukan sekedar kolam yang ditinggalkan akibat dari penambangan timah darat puluhan tahun silam. Dari kolong juga kami memperoleh sumber air – tempat kami mandi dan mencuci pakaian. Bahkan kerabat kami di barat kampung, telah memanfaatkan kolong menjadi tempat pembudidayaan ikan dengan menggunakan jaring apung. Hasilnya pun cukup untuk dinikmati warga kampung dan dijual di pasar inpres.

Kolong yang jumlahnya lebih dari seratus - bukan hanya menjadi lukisan indah di tanah negeriku. Betapa tidak, ketika bapak kelelahan habis mencangkul. Kolong adalah sasaran tubuh kekarnya untuk sekedar berendam dan membersihkan keringat.

Tanah negeriku sebenarnya tidak bisa merubah tongkat menjadi tanaman, tidak juga kayu ataupun batu. Namun, tanah negeriku bisa mendatangkan sepiring nasi dan pakaian bagus bagi sebagian penghuninya. Bahkan alat komunikasi secanggih ponsel pun bisa didatangkan oleh tanah. Lantaran kehebatan itulah, sekelompok manusia menjadi gila untuk terus memburu tanah ke setiap hamparan negeri yang sebenarnya telah lama ditinggalkan peri-peri dongeng pulau timah.

Aku menjadi aneh saja, lantaran orang-orang aneh itu dengan gagah dan tanpa bersalahnya nebang utan adet. Padahal sejak dulu, aku mendengar dari cerita Atuk Jum yang menjadi pemangku adat suku Pacor, dimana adat telah mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan yang akan bermuara pada bencana bagi warga kampung.

Nebang Utan Adet, pasti akan membuat murka penguasa tanah aeik. Bila itu terjadi kita akan mendapat wabah penyakit ataupun bencana”. jelas Atuk Jum. Aku terdiam sesaat lalu kulontarkan pertanyaan yang barangkali akan dijawab Atuk.

”Tapi kok kita semua yang akan menderita?”

”Iya Cuk, penguasa tanah aeik tidak akan memilih siapa yang layak menerima bencana dan siapa yang tidak. Semuanya sama saja karena dianggap telah lalai menjaga tanah. Akan tetapi kita bisa menghentikan kemurkahan itu.” Dengan senyum diantara wajah keriputnya, lelaki yang telah berusia tujuh puluhan itu menatapku dalam.

”Benar ya, tuk?” tanyaku penasaran.

“Benar. Untuk itu kita mesti mengadakan ceriak yang semua bianyanya ditanggung oleh warga. Apabila setelah diadakan ceriak ternyata bencana masih datang juga. Kita harus mengadakan upacara rateb saman.” Aku kembali terdiam bersama Atuk yang mulai menggiling tembakau di kertas rokok.

Kegilaan orang-orang aneh itu, cukup beralasan. Setahuku memang setiap jengkal tanah di negeriku begitu bernilai. Butiran pasir hitam yang tidak lain adalah timah, merupakan sumber nafkah utama mereka. Tak heran bila demi mengisi perut, maka perut negeri pun terpaksa dikuras dan terus dikuras. Hingga humus di atasnya berganti hamparan pasir. Bila butir hitam ditanah itu telah habis, dengan santainya mereka menyelipkan puluhan uang ratusan ribu ke saku orang-orang aneh lainnya di ibu kota. Setelah semuanya tenang, mereka akan kembali menjalankan mesin pompa yang menyedot pasir dari kolong kolam di tanah berhumus lainnya. Hingga pada suatu saat – di suatu siang mesin itupun singgah di tempat Bapak biasa mencangkul.

Dengan keperkasaanya mesin pompa menyemburkan pasir yang sebelumnya melewati pipa paralon. Pasir-pasir itu kemudian tertampung di dalam bak kayu. Dengan menggunakan batang kayu, satu dari sekelompok orang aneh itu memisahkan butiran hitam dari kubangan. Kini rumpun sahang ataupun merahnya cabe mulai berganti warna. Bapak yang melihat tanah cangkulannya teraniaya hanya bisa terdiam. Tak ada yang bisa dilakukan bapak ataupun orang-orang yang membuka ladang disana. Tak ada tuntutan ataupun berkas acara, karena tanah dimana kami meladang selama ini hanyalah tanah tanpa bertuan dan apabila ada pihak lain yang datang dengan kertas bersegel, kami hanya bisa diam dan meratapi dalam hati.

”Cukuplah, semuanya kita kembalikan kepada Allah!” begitulah Bapak bersuara sembari membalikan tubuh dan tidak pernah berniat melihat ke belakang lagi.

Lelaki bertubuh jangkung, dengan kulit sawo matang itu terus berjalan. Sesosok tubuh mungil yang tak lain adik Tyo mengikuti bapak dari belakang. Dari tatapan mata Tyo kulihat kebencian pada mesin dan pipa-pipa paralon yang memanjang memagari ladang yang kini berubah fungsi. Dikeluarga kami, bapak tak pernah mengajarkan kebencian pada sesama manusia. Alhasil wajar bila kemudian Tyo pun melampiaskan kebenciaanya pada dua benda mati tersebut.

Bang, kenapa mesin dan pipa diciptakan?” tanya Tyo sekembaliku kerumah.

Belum mulut ini mau menjawab, satu pertanyaan kembali dilemparkan Tyo, ”Emangnya mesin dan pipa-pipa itu diciptakan untuk merusak tanah seperti yang Tyo lihat tadi yah?”.

Aku sebagai abangnya, terdiam menyaksikan parade kata-kata yang dimainkan oleh seorang anak yang baru tahu mengeja huruf dan menghitung dari satu sampai seratus itu.

”Tyo, mari sini belajar dulu!” panggil emak kemudian.

Pertanyaan Tyo benar-benar membuatku semakin tak mengerti tentang jalan pikiran sekelompok orang aneh itu. Dari balik kaca jendela kamar, kulihat tiang-tiang kayu yang ditancapkan sebagai penyanggah bak papan pemisah pasir timah.

***

DUA hari sudah sekelompok orang aneh itu membabat habis ladang-ladang kami. Mulai dari rumpun sahang, merah cabe, tomat, bijur ataupun pucuk ubi mulai menghilang dari ruang di bola mata kami. Bahkan nyanyian Murai Batu yang setiap paginya menyejukkan gendang telinga, kini berganti dengan suara gemuruh mesin tambang. Parahnya lagi mesin itu terus aktif sampai malam.

Pagi Minggu ini, tidak seperti biasanya. Bapak tampak malas-malasan sembari membaca koran di teras rumah bersama secangkir kopi buatan emak. Di ruang tengah kulihat dengan jelas Emak sedang menambal celana main Tyo yang telah berlubang dibelakangnya. Sedang Tyo asyik menonton film Doraemon dengan berselimut sarung bekas khitananku dulu. Pagi Minggu ini benar-benar aneh. Aku kemudian berjalan menuju gudang, kupandangi perlengkapan rawai disudut, ia tergelatak begitu saja – tidak seperti hari Minggu-minggu sebelumnya yang selalu mengiringi pagi kami yang akan berladang di tanah belakang.

Jam menunjukkan pukul setengah sembilan, kuambil rawai dan perlengkapan berladang lainnya. Aku kemudian menapakkan langkah melewati rimbun dan hijaunya batang resam. Tujuan akhirku adalah kolong dibelakang ladang. Tetapi sebelum sampai di tempat itu aku mesti menyeberangi jembatan parit yang terbuat dari kayu pelawan dulu. Setiba di tanah yang dulunya kukenali sebagai tempat rumpun Sahang, tak banyak yang bisa dinikmati mataku, kecuali hamparan padang pasir yang meluas hingga ke ladang mang Darkum, mang Umar, mang Suep dan mang Didin.

”Selamat tinggal keindahan hijau rumpun sahang!” batinku berkata.

Hamparan padang pasir itu nampak kosong, tak ada penghuni lain kecuali diriku dan pipa-pipa paralon. Maklumlah di hari Minggu, orang-orang aneh biasanya libur menambang dan mereka pergi ke pasar untuk menghabiskan uang yang didapatkan dari membalikkan humus menjadi pasir. Aku kembali berjalan menuju kolong, tak berapa lama yang kutemukan justru kubangan cokelat dengan sisa minyak solar dipermukaannya. Sejenak kulemparkan pandangan ke seluruh penjuru. ”Tak ada kolam lain!” gerutuku dalam.

Mataku terus mencari kolam berair jernih – ditumbuhi teratai putih serta rumpun-rumpun hijau tanaman air dan beberapa komunitas enceng gondok yang tertata rapi di sudut kanan kolam. Namun sampai lima menit lamanya, kolam yang oleh anak-anak kampung dinamai dengan kolong ijo tak kutemukan. ”Mungkin tak akan pernah bisa kutemukan lagi.” Walau demikian, aku masih saja memasang rawai seperti biasanya, disebagian utara dan sebagian barat yang masih menampakkan kegairahan para ikan untuk bercanda. Memang kolong ijo sudah tampak berwarna kecokelatan tapi masih ada disebagian tubuhnya belum terkontaminasi sisa-sisa minyak solar mesin.

Begitulah nasib kolong di negeri ini, bila tanah disekitarnya telah berganti fungsi, maka dirinya pun ikut mendapatkan sentuhan. Cokelat di kolong ijo, merupakan hasil make over dari orang-orang aneh. Dengan gagahnya mereka mengalirkan limbah penambangan dari camui ke tempat yang lebih besar lagi, dan kolong ijo menjadi pilihan mereka.

Matahari telah tepat diatas ubun-ubunku, sayup-sayup alunan azan mulai menghampiri indera pendengaran. Setelah semuanya rawai selesai – pada posisinya masing-masing, aku kembali kerumah. Kembali kulewati jalan yang sama, namun dari kejauhan terlihat ramai orang mendatangi rumahku. Langkah kaki tanpa dikomando langsung bergerak cepat.

”Ada apa?” tanyaku ngos-ngosan.

“Adikmu, kena tulah dari penguasa tanah aeik” jawab Atuk Jum singkat.

“Haaaa?” aku tersudut lemas di pinggiran bufet. Kuperhatikan sekujur tubuh Tyo telah ditumbuhi bintik-bintik besar berwarna merah. Bapak dan emak terus berzikir, sementara Atuk Jum terus mengusap rambut Tyo dengan air dari gelas ditangannya. Aku tak habis pikir, tadi pagi Tyo masih sehat-sehat saja, bahkan dengan asyiknya menyaksikan tontonan favoritnya.

”Sepertinya penguasa tanah aeik telah murka!” kata Atuk memecah keheningan.

Kok bisa?” tanyaku polos.

Iya, penguasa tanah aeik marah lantaran ada yang berani mengusik wilayah utan adet. Tanah dimana bapakmu dan orang-orang kampung lainnya berladang, dulunya merupakan wilayah utan adet suku Pacor. Akan tetapi karena selama ini terus kalian jaga dengan menanami rumpun Sahang, maka terjagalah keseimbangan antar dunia. Tapi sekarang semua telah berubah, tidak ada lagi tanah humus dan rumpun sahang” jelas Atuk. Aku belum terlalu mengerti apa yang dibicarakan atuk, ”Keseimbangan antar dunia, apa maksudnya”

”Lalu apa yang harus kita lakukan agar tidak kena tulah dari penguasa tanah aeik lagi?” tanya mang Darkum kemudian.

”Seperti aturan adat, kita mesti mengadakan ceriak. Apabila setelah diadakan ceriak ternyata bencana masih datang juga. Kita harus mengadakan upacara rateb saman”

”Ceriak?”

”Ya benar ceriak!” sambut kakek-kakek disebelahku.

”Tetapi sebelum kita mengadakan ceriak, kita bakar saja tambang dibelakang yang telah menjadi awal kemarahan penguasa tanah aeik!” Mang Darkum kembali bersuara.

Iya, kita bakar saja” sambut yang lainya sembari menganggukan kepala.

”Jangan, kita berbuat seperti itu” suara berat bapak mencairkan suasana. Orang-orang kampung yang tadinya telah naik pitam, kini kembali reda. Mereka kemudian mendengarkan perkataan Atuk. Menjelang Ashar, mereka semuanya meninggalkan rumahku.

Kini tinggallah aku, bapak dan emak yang terus menjaga Tyo. Bagi kampung kami, antara adat dan agama adalah dua sisi yang saling berdampingan, melayu islam yang menjadi pegangan orang-orang kampung tidak bisa dilepaskan dengan aturan adat. Oleh karenanya aturan adat tetaplah aturan adat yang mau tidak mau harus kami jalankan.

Kudekati tubuh Tyo yang sudah dipindahkan dari ruang depan kekamar emak, suhu bahannya sudah tidak tinggi lagi seperti pertama kudatang, bercak merah ditubuhnya pun sudah semakin mengecil. ”Itu tandanya tulah telah hilang dari tubuh adikmu.” bapak mendekatiku yang duduk dipinggiran dipan. Baju Tyo yang kubuka segera kurapikan kembali. Melihat Tyo tak berdaya akibat ulah orang-orang aneh yang membawa murka penguasa tanah aeik, emosi benar-benar tak bisa tertahan lagi. Napasku begitu cepat, degup jantung memompa darah cepat. Bapak yang memperhatikan sedari tadi langsung merangkul tubuhku yang kurus dengan tangan-tangan kekarnya.

”Sudahlah jangan kau pikirkan!” ujar bapak kemudian.

Aku hanya mengiyakan, lalu aku bergegas keluar menuju pintu belakang, emak yang melihatku segera memanggil.

”Mau kemana?”

”Ke kolong sebentar” jawabku.

Aku memang berniat mendatangi lokasi penambangan itu, dan aku ingin sekali berulah. Tetapi setiba di tanah berpasir. Hamparan padang itu, kini tampak lebih ramai dengan telapak-telapak kaki yang membekas di pasir, bersama lenyapnya pipa-pipa paralon dan peralatan tambang lainnya. Tak ada tiang-tiang tinggi penyanggah yang menjulang karena tiang itu kini telah ditidurkan ditanah tak berhumus, ”Tapi kapan yah?”. Tak habis-habisnya kupandangi sekeliling, tak ada seorang manusiapun kecuali diriku disana.

Kornea mataku terus memandangi sekeliling. ”Tanah berpasir dan kubangan coklat di kolong, yah hanya itu yang ditinggalkan orang-orang aneh. Entah kemana lagi mereka setelah dari sini?” aku terduduk memandangi negeriku yang tak lagi bertanah humus – berdaun hijau dan berair jernih.***

Bangka, 3 Oktober 2005

Keterangan :

rumpun sahang = sebutan untuk tanaman Lada * menyiangi = memotong * kolong = lubang eks galian penambangan timah darat yang menyerupai danau * rawai = salah satu metode pemancingan ikan dengan meninggalkan pancing selama beberapa jam (biasanya lebih dari 4 jam) * nebang utan adet = menebang hutan dalam kawasan adat suatu suku * atuk = kakek * suku pancor = suku ini berada di kampung Pelagas, Simpang Gong, Simpang Tiga, Kundi, Simpang Teritip sebagian dan Peradong sebagian. Yang termasuk dalam wilayah Bangka Barat * penguasa tanah aeik = penguasa suatu tempat * cuk = cucu * ceriak = upacara adat yang bertujuan membersihkan kampung dari bencana * singgah = mengunjungi * bang/abang = panggilan untuk kakak laki-laki * bijur = ketela rambat * resam = sejenis tanaman perdu, biasanya isi batang resam dijadikan bahan pembuat kopiah (peci) * camui = lubang pembuangan limbah penambangan rakyat. * tulah = ganjaran * buffet = lemari pajangan * dipan = tempat tidur

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

PROGRES PEMBANGUNAN TIK UNTUK KEJAYAAN BANGSA

Undangan Makalah dan Pemaparan Produk

Konferensi dan Temu Nasional
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Indonesia

PROGRES PEMBANGUNAN TIK UNTUK KEJAYAAN BANGSA
Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta, 21-23 Mei 2008



Konferensi ini merupakan forum pertemuan para peneliti, industri, pengembang, otoritas, pemerintah, analis dan lainnya yang terkait dengan TIK untuk memaparkan dan mediskusikan hasil-hasil penelitian, pengembangan maupun usulan yang berkaitan dengan TIK. Forum ini telah berlangsung 3 kali (2 kali di Bandung dan satu kali di Jakarta) dengan peserta masing-masing lebih dari 600 orang dan dibuka oleh Presiden RI (2005) dan Wakil Presiden RI (2006). Hasil konferensi telah menjadi referensi penerapan TIK Nasional antara lain Dasa Sila TIK Bandung dan masukan program-program TIK Nasional seperti Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DETIKNAS). Konferensi kali ini dirancang untuk mengenali hasil penelitian, pengembangan produk/layanan dan pengembangan kebijakan terkait dengan TIK. Tema temu nasional dan konferensi kali ini adalah:

Progres Pembangunan TIK Nasional untuk Kejayaan Bangsa



Panitia mengundang penggiat TIK untuk mengirimkan makalahnya. Topik atau produk yang diharapkan dalam temu nasional ini antara lain (tapi tidak terbatas):

Infrastruktur TIK
1. Backbone Nasional
2. Broadband Wireless Access (Wimax, Wifi, 4G dll)
3. Broadband Wired Access
4. Infrastruktur Pedesaan (USO)
5. Pentarifan infrastruktur
6. Konvergensi infrastruktur (broadcasting, komputer, telekomunikasi)
7. NGN (IP based, VoIP, IPTV)
8. Kebijakan infrastruktur TIK

Aplikasi TIK
1. TIK untuk pendidikan (e-education)
2. TIK untuk penganggaran dan pengadaan (e-budgeting, e-procurement)
3. TIK pelayanan (NSW, e-pelayanan)
4. E-payment
5. E-government

Pembangunan Kontekstual
1. Ekonomi informasi
2. Social informatics
3. Analisis Tekno Ekonomi
4. Komunikasi Publik
5. Pengembangan Konten
6. Model

Pengelolaan TIK
1. Tatakelola TIK
2. Perancangan TIK
3. Keamanan TIK
4. Audit TIK
5. Investasi TIK
6. Arsitektur TIK Indonesia

Industri TIK
1. Pengembangan industri TIK nasional
2. Industri TIK berbasis open source
3. Industri konten TIK
4. Industri perangkat TIK nasional
5. Industri manufaktur/aplikasi TIK



Makalah
Pengiriman makalah dapat dilakukan secara online melalui website pada link berikut
http://www.eii-forum.or.id/registrasi/eii2008/
yang dapat dilakukan setelah calon peserta melakukan pendaftaran.

Format makalah dapat didownload disini dengan ukuran halaman berupa A4, maksimal 6 halaman.

Jadwal
Batas Pengumpulan abstrak makalah: 28 Maret 2008
Pengumuman abstrak yang diterima: 7 April 2008 (Update 31 Maret 2008)
Batas Pengumpulan makalah lengkap: 1 Mei 2008
Penyelenggaraan: 21-23 Mei 2008

Lokasi
Hall-D, Jakarta International Expo (JIExpo)
Kemayoran, Jakarta

Pendaftaran
Pendaftaran dapat dilakukan secara online melalui link:
http://www.eii-forum.or.id/registrasi/eii2008/peserta.php

Untuk ikut terlibat dalam kegiatan ini, peserta dikenai biaya* sebesar:
- Umum: Rp.300.000,- (Update 31 Maret 2008)
- Mahasiswa: Rp.150.000,- (Update 31 Maret 2008)

Pembayaran dapat dilakukan melalui rekening:
BNI Cabang ITB
No.Rekening: 0098039057
a/n: QQ e-Indonesia Initiative
Kemudian melakukan validasi pembayaran secara online di:
http://www.eii-forum.or.id/registrasi/eii2008/

*) biaya tersebut termasuk untuk mengikuti konferensi internasional: 2nd International Conference on Chief Information Officer (2nd ICCIO) yang juga merupakan bagian dari kegiatan/konferensi e-Indonesia Initiatives Forum 2008 (eII2008).


Kontak Personal
Dr. Jaka Sembiring
Dr. Yusep Rosmansyah
Dr. Yudi Gondokaryono
Dr. Suhono H. Supangkat

Pusat Administrasi
Kelompok Keahlian Teknologi Informasi
Sekolah Teknologi Elektro dan Informatika
Institut Teknologi Bandung
Gedung LABTEK VIII 3F
Jl.Ganesha No.10 Bandung, 40132 Indonesia

Telepon
+62 21 83796125 (Ayu)
+62 22 2500985 (Yustonie)

Fax
+62 21 83796126 (a/n Ayu)
+62 22 2500985 (a/n Yustonie)

Official Website
www.eii-forum.or.id

Email
rahayu@eii-forum.or.id,
oceii08@eii-forum.or.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Megat Merai Kandis



Ini adalah buku pertama yang terbit pertengahan tahun 2005

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

SKANDAL CINTA BABI NGEPET


GENRE : Drama Horor
PEMAIN : Ratu Felisha, Ferry Fernandez, Olga Syahputra, Chika, Arthur Tobing
SUTRADARA : KK Dheeraj
PENULIS NASKAH : Dede Ferdinand
PRODUSER : KK Dheeraj
RUMAH PRODUKSI : K2K Productions
DURASI : 90 menit
KLASIFIKASI PENONTON : Dewasa (18+)
TANGGAL RILIS : 27 Maret 2008
SINOPSIS :

Putri (Feli) adalah putri tunggal seorang pengusaha kaya, Pak Hasan (Arthur) yang sudah lama menduda. Karena tidak mendapat kasih sayang ibu, Putri terjebak dalam pergaulan bebas yang mengejar kenikmatan seks bersama dengan kawan-kawannya Ryan (Olga) dan Chika (Chika).

Suatu hari dalam perjalanan menuju villa di puncak, mobil mereka mengalami kecelakaan. Putri yang tak sadarkan diri dirawat oleh Ridho (Ferry Fernandez), pemuda yatim-piatu yang mencari nafkah dengan menjadi ojek sepeda. Tak terhindarkan pecintaan antara Puti dengan Ridho. Namun hubungan mereka ditentang oleh Pak Hasan yang mengusir Putri dari rumahnya.

Demi cinta Putri ikhlas diperistri oleh Ridho. Setelah menikah kesulitan ekonomi ternyata membuat mereka menempuh jalan singkat dan sesat. Memohon kepada siluman babi ngepet dengan imbalan Putri harus mau melayani mahluk gaib tersebut.

Pada awalnya mereka cukup berhasil, pada malam-malam tertentu, Ridho berubah menjadi seekor babi dan mendatangi rumah orang kaya untuk memindahkan kekayaan mereka. Kesulitan mereka perlahan teratasi, namun perubahan kekayaan yang mendadak tersebut membuat penduduk setempat curiga. Akankah Putri dan Ridho sadar akibatperbuatannya ?

segala info dan gambar diperoleh atau bersumber dari: www.21cineplex.com, dan www.ruangfilm.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Sampah dan Sistem yang Kompleks

Sumber: Kompas, edisi Jumat, 28 Maret 2008 | 00:53 WIB

Nawa Tunggal

Tidak semestinya sampah plastik, kaleng, gabus, kertas, kain, dan sebagainya turut hanyut ke kali. Sumber penghasil sampah itulah yang seharusnya mau bertanggung jawab dan melakukan ”3R” (reduce, reuse, recycle) barang bekas pakai.

Konsumen sampo, misalnya, semestinya bisa mengembalikan botol atau sachet-nya kepada produsen (pabrik) setelah sampo habis. Konsumen mi instan semestinya bisa mengembalikan plastik kemasannya kepada perusahaan mi instan.

”Mengembalikan” di sini berarti melibatkan perantara, pemulung misalnya. Para pemulung menjadi bagian dari produsen untuk mengumpulkan sisa-sisa produksinya.

Di tingkat rumah tangga, keaktifan memilah sampah diperlukan. Mengurangi volume sampah bisa dilakukan dengan mengubah sampah organik menjadi kompos.

Manajemen menyeluruh

Ketua Umum Asosiasi Persampahan Indonesia (Indonesia Solid Waste Association/ InSWA) Sri Bebassari, Kamis (27/3), mengatakan, manajemen sampah sesungguhnya tidak sesederhana hanya memilah dan mengomposkan sampah organik.

Selama ini masyarakat lapis terbawah selalu mendapat stigma sebagai tukang buang sampah sembarangan, dinilai malas mengelola sampah. Sampah dituding sebagai penyebab banjir dan penyakit. Sedangkan perusahaan penghasil sampah sebagai penyumbat drainase atau sungai tidak pernah dipersalahkan.

Menurut Bebassari, manajemen sampah butuh kebijakan top down (atas ke bawah) dari pemerintah, berbicara tentang sistem keseluruhan. Misalnya untuk pemilahan sampah di rumah tangga, harus tersedia truk untuk sampah terpilah. ”Ada lima aspek yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sebuah manajemen sampah,” kata Bebassari yang juga menjadi Solid Waste Management Specialist pada Bank Dunia.

Aspek pertama adalah payung hukum. Sejak lima tahun silam, Bebassari mengusulkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif supaya mengkaji dan menetapkan undang-undang yang mengatur khusus soal penanganan sampah. Saat ini sudah ada Rancangan Undang-Undang Sampah. Diharapkan UU Sampah bisa ditetapkan dua bulan lagi.

”Singapura memiliki UU Sampah lebih dulu, namun keberhasilan manajemen sampahnya terjadi setelah 30 tahun UU itu ditetapkan,” katanya.

Aspek kedua: unsur kelembagaan. Manajemen sampah tidak bisa hanya melibatkan satu departemen atau kementerian. Di Jepang, katanya, hal itu melibatkan 16 kementerian.

Aspek ketiga, unsur pendanaan. Alokasi dana pengelolaan sampah harus ada dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Masyarakat harus tahu berapa besar uang untuk jasa kebersihan.

Yang keempat, aspek peran serta produser barang atas sisa-sisa produksi yang tidak dipakai konsumen.

”Sumber penghasil sampah pertama atau para produsen barang itu yang harus memulai ’3R’ sebagai bagian dari pengembangan program pertanggungjawaban korporat kepada masyarakat (corporate social responsibility),” kata Sri Bebassari.

Pengejawantahan ”3R” dapat beragam. Misalnya, untuk fungsi reduce—mengurangi sampah tas plastik untuk barang belanjaan, supermarket mewajibkan pelanggannya menggunakan tas jinjing sendiri agar bisa dipakai berulang. Itu sekaligus menjalankan fungsi reuse atau pemanfaatan kembali tas belanjaan.

Selama ini sering dijumpai, justru sebagian ibu yang berbelanja berharap mendapatkan tas plastik yang banyak—untuk menampung sampah di rumah. Fungsi ketiga, recycle atau daur ulang, dilakukan dengan mengganti tas plastik dengan tas kertas.

Aspek kelima: teknologi. ”Banyak pilihan teknologi pengolahan sampah. Di Singapura, ada empat pengolahan sampah teknologi insinerator tidak menimbulkan polusi udara dan fasilitas gedungnya mirip mal,” katanya.

Paparan Sri Bebassari jauh dari kenyataan. Tetapi, itulah tantangan sekarang untuk mendorong terwujudnya manajemen sampah sebagai sistem yang melibatkan banyak sektor.

Persiapan ke ideal

Di wilayah DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, seperti dituturkan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Budi Rama, belum juga ada manajemen sampah yang ideal.

Budi Rama mencontohkan, dari sekian banyak mal juga belum ada yang mewajibkan pelanggan membawa tas belanja sendiri atau mengganti tas plastik dengan tas kertas.

”Upaya menuju manajemen sampah secara ideal baru pada tahap persiapan, agar masyarakat sendiri yang menetapkan ketentuannya. Jangan sampai peraturan dibuat, ternyata kemudian saat diterapkan tidak sesuai kebutuhan,” kata Budi.

Menurut dia, secara ideal mestinya para produsen barang turut bertanggung jawab terhadap sisa produksi yang ada di tangan konsumen. Saat ini pemulung dan pemilik lapak yang menjadi pengepul barang bekas dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas sisa-sisa produksi itu.

Sampai-sampai, untuk persoalan distribusi barang bekas, para pemilik lapak disyaratkan memiliki hasil analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Amdal itu sebagai dasar untuk memperlancar distribusi barang bekas ke distributor lebih besar.

Jadi, masih banyak perangkat sistem yang harus diwujudkan untuk membentuk manajemen sampah secara ideal. Tetapi, setidaknya memilah sampah sebagai langkah dasar tetap harus diwujudkan untuk menunjang kemudahan kerja para pemulung. Dan jangan lupa juga: hasil dari sampah organik..., kompos.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Bulan Film Nasional 2008 “Sejarah adalah Sekarang”


Kineforum
& Dewan Kesenian Jakarta
mempersembahkan

Bulan Film Nasional 2008 “Sejarah adalah Sekarang”

Lokasi:
Kineforum Studio 1 TIM 21
Galeri Cipta 3
Taman Ismail Marzuki, Cikini,
Jakarta
Pusat




A. Pemutaran Film -Kineforum 1 – 31 Maret 2008

I. Retrospektif Lintas Dekade Karya Pekerja Film: Suzanna
Pada tahun ini, kineforum menampilkan aktris Suzanna yang telah menghasilkan film dari berbagai genre yang sangat berbeda sejak tahun 1950-an sampai 1990-an dan mendapatkan berbagai penghargaan.
Film yang akan diputarkan :
a). Darah dan Doa
b). Asrama Dara
c). Sundel Bolong
d). Nyi Blorong
e). Samson dan Delilah
f). Bernafas dalam Lumpur
g). Sangkuriang

II. Lintasan Waktu dalam Film – Jogja on My Mind
Citra Jogja yang ditampilkan oleh film Indonesia berubah dari waktu ke waktu.
Film yang akan diputarkan:
a). Enam Djam di Djogdja
b). Cintaku di Kampus Biru
c). Fourcolours: Dari dan tentang Jogja
d). Anne Van Jogja
e). Daun di Atas Bantal

III. Perempuan, Cinta dan Perkawinan Persoalan perempuan, cinta dan perkawinan adalah tema film yang tak lekang oleh waktu. Melalui program ini kita akan melihat perbedaan tema ini dari zaman ke zaman.
Film yang akan diputar :
a). Tiga Dara
b). Badai Pasti Berlalu
c). Boneka dari Indiana
d). Berbagi Suami
e). Get Married
f). Raya Maya Daya (Nan T Achnas)
g). The Big Day (Keke Harun)

IV. UNCENSORED Film-film Indonesia dalam versi pra sensor diputar di sini untuk melihat kembali perkembangan acuan institusi kontrol kreativitas ini. Dalam forum ini, pemutaran berfungsi sebagai pijakan diskusi untuk membahas bagaimana cara kontrol yang lebih efektif dan demokratis dalam kondisi masyarakat Indonesia yang sekarang.

Film yang akan diputar :
a). 3 Hari Untuk Selamanya
b). Perempuan Punya Cerita
c). Bad Wolves
d). Student Movement

B. Peluncuran Buku Katalog Film Indonesia 2008 (J.B Kristanto) – Teater Kecil 30 Maret 2008, pukul 13.00 WIB
Peluncuran buku Katalog Film Indonesia yang dikerjakan oleh JB Kristanto dkk. KFI 2008 terbit dalam format baru edisi tahunan. Buku Katalog Film Indonesia tahun ini akan diterbitkan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

C. Pameran Sejarah Bioskop – Galeri Cipta III 14-31 Maret 2008, pukul 13.00 – 21.00 WIB
Pameran akan menampilkan foto-foto bioskop berikut cuplikan informasi tentang perkembangan bioskop di Indonesia. Salah satu tempat paling penting bagi film untuk menemui khalayaknya
adalah melalui bioskop menggunakan slide show yang akan diputar setiap harinya.

D. Diskusi Musik Film & Mini Konser Soundtrack Film Nasional* – Teater Kecil 30 Maret 2008
Diskusi yang akan membahas musik film yang kemudian akan dilanjutkan dengan mini konser.
* dalam konfirmasi


Untuk informasi selanjutnya silahkan menghubungi:

Kineforum Dewan Kesenian Jakarta
Publikasi: Petrus D Sitepu – 0818 067 662 82 / 980 67597
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya No. 73
Jakarta 10330
Telepon: (021) 316 2780/398 99 634
Fax: (021) 319 246 16
E-mail: kineforumdkj@ yahoo.co. id
www.kineforum. wordpress.com / www.dkj.or.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia Tahun 2008

PEMILIHAN PENELITI REMAJA INDONESIA KE-7 TAHUN 2008
"KONTRIBUSI REMAJA LEWAT IPTEK"

Kerjasama antara: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan PT AJB Bumiputera 1912

Lomba dibagi dalam tiga bidang:

  • Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan
  • Pengetahuan Alam
  • Pengetahuan Teknik

HADIAH
Uang Pembinaan, piala dan piagam penghargaan
Hadiah I : Rp 12.000.000
Hadiah II: Rp 10.000.000
Hadiah III:Rp 8.000.000

PERSYARATAN

  1. Karya tulis dan karya cipta harus dari hasil penelitian/pengamatan peserta
  2. Peserta berusia 20-24 tahun terhitung pada tanggal 1 Juli 2008 dan belum lulus program Strata I.
  3. Diwajibkan melampirkan riwayat hidup yang diketahui oleh orangtua / wali dan Kepala Sekolah / Dekan; cantumkan alamat yang mudah dhubungi (No.Telp, Hp, Faksimile,atau e-mail)
  4. Karya tulis yang dikirimkan 1 (satu) asli disertai 3 (tiga ) rangkap/foto copy dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba ilmiah tingkat nasional lainnya. Disertai rekomendasi dari Kepala Sekolah/Dekan, intisari hasil penelitian dan contoh (bila ada) penelitian/alat peraga hasil cipta/prototype untuk disajikan dihadapan Dewan Juri.
  5. Diketik dengan jarak 1 ½ spasi, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, maksimum 20 hal dengan font Arial size 11 dan diterima paling l lambat 7 Juni 2008 (stempel pos)
  6. Perseorangan/kelompok
  7. Khusus bagi peserta kelompok yang akan dipanggil sebagai finalis hanya seorang (peneliti utama) untuk menyajikan karya tulis yang diperlombakan. Nama pertama dari susunan kelompoknya adalah sebagai peneliti utama.Bila peneliti utama berhalangan hadir, dapat diwakilkan oleh seorang anggota dengan persetujuan kelompoknya. Jumlah anggota kelompok maksimal 3 orang (termasuk peneliti utamanya)
  8. Bagi finalis yang terpilih, pemaparan hasil penelitian dalam bentuk Power Point atau program sejenis yang dapat ditayangkan melalui LCD.
  9. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat
Panitia PPRI Ke-7 Tahun 2008
Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan IPTEK LIPI
Sasana Widya Sarwono Lt.V
Jl. Jend. Gatot Subroto 10 Jakarta Selatan 12710
Telepon 021-52920839/021-5225711 Psw.274,273 dan 276 Fax. 021-52920839, 5251834

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional VII tahun 2008

Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) VII Tahun 2008

Kerjasama Antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pondok Pesantren Jawaahirul Hikmah

Perkemahan Ilmiah Remaja (PIR) merupakan suatu bentuk kegiatan pembinaan generasi muda, berupa kegiatan ilmiah di lapangan terbuka yang berorientasi pada penelitian yang mencakup bidang ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan teknik (teknik rekayasa)
Dalam kegiatan PIRN ini, remaja secara langsung dibimbing dalam pelaksanaan penelitian secara metodologis dan diarahkan untuk menanamkan sikap dan perilaku scientific minded, scientific curiosity, dan scientific approach.


Waktu dan Lokasi PIRN VII
Tanggal 21 s.d. 26 April 2008 di Pondok Pesantren Jawaahirul Hikmah, Tulungagung, Jawa Timur


Peserta
250 peserta dari seluruh SMP-SMA di Indonesia

Pendaftaran preserta mulai tanggal 3- 27 Maret 2008


Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Panitia Pelaksana

Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan IPTEK LIPI Sasana Widya
Sarwono Lt.V Jl. Jend. Gatot Subroto 10
Jakarta Selatan 12710(021)5225711 Pes 274

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

41 PTN Keluar dari SPMB

Kompas edisi Senin, 10 Maret 2008 | 00:50 WIB

SEMARANG, KOMPAS - Sebanyak 41 perguruan tinggi negeri memutuskan keluar dari keikutsertaannya sebagai anggota Perhimpunan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru atau SPMB. Selanjutnya, kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru akan dilakukan lewat koordinasi mandiri oleh sejumlah perguruan tinggi negeri.

Keputusan tersebut diambil karena ada ketidakcocokan antara sejumlah rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dan universitas Islam negeri (UIN) dengan Perhimpunan SPMB mengenai pengelolaan keuangan dari pendaftaran calon mahasiswa baru. Selama ini, keanggotaan Perhimpunan SPMB berjumlah sekitar 80 institusi.

Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr dr Susilo Wibowo melalui Kepala Humas Undip Adi Nugroho di Semarang, Minggu (9/3), mengatakan, Perhimpunan SPMB keliru menerjemahkan aturan pemerintah tentang Keputusan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Perguruan Tinggi Negeri.

Karena merasa menjadi sebuah organisasi swasta, Perhimpunan SPMB menilai pengelolaan keuangan adalah wilayah otonom mereka. Akhirnya, laporan keuangan hanya disampaikan dalam rapat pemegang saham setiap akhir tahun.

Sementara itu, sejumlah rektor PTN menganggap dana yang dihimpun Perhimpunan SPMB seharusnya menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu, uang tersebut harus disetor ke kas negara.

Seleksi sendiri

Sebagai ganti SPMB, ke-41 PTN dan UIN tersebut akan menyelenggarakan ujian seleksi secara swakelola yang bernama Ujian Masuk Perguruan Tinggi Nasional (UMPTN).

Ketua Panitia Pusat UMPTN Fasichulisan mengatakan, jumlah PTN yang akan melepaskan diri dari Perhimpunan SPMB diperkirakan akan terus bertambah. ”Semakin banyak PTN yang bergabung, akan semakin mudah dijangkau oleh para calon mahasiswa,” kata Fasichulisan yang juga Rektor Universitas Airlangga Surabaya itu dalam rapat rektor se-Indonesia di Gedung Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Minggu (9/3).

Hingga saat ini, PTN yang menyatakan tetap bergabung dengan Perhimpunan SPMB adalah Universitas Indonesia.

Sistem pelaksanaan UMPTN tak jauh berbeda dengan SPMB. Perbedaan utama terletak pada organisasi kepanitiaan dan pengelolaan keuangan. Dalam UMPTN ini, uang pendaftaran calon mahasiswa lebih dahulu disetor ke kas negara untuk dicatat, baru kemudian ditarik kembali oleh rektor masing-masing untuk mendanai UMPTN secara bersama-sama.

”Selama ini dana SPMB tidak disetorkan ke kas negara dahulu. Hal ini yang tidak kami setujui karena memalukan kami, para rektor,” kata Sekretaris Jenderal Panitia Pusat UMPTN yang juga Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Haris Supratno.

UMPTN yang rencananya berlangsung 25 dan 26 Juni 2008, atau mendahului SPMB pada 2 dan 3 Juli itu, terbagi atas tiga wilayah pelaksanaan. Ketiga wilayah itu adalah Indonesia Timur dengan koordinator ITS Surabaya, Indonesia Tengah dengan koordinator Universitas Diponegoro Semarang, dan Indonesia Barat dengan koordinator Institut Pertanian Bogor.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, tidak masalah jika sejumlah PTN akan melakukan seleksi sendiri.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Dan Kau Telah Temukan

Apakah kicau burung-burung di kala pagi lebih baik dari pada teriakan mesin-mesin tambang di sisi utara perkampungan.

Aku satu dari sekian banyak manusia yang kerap menemukan suara-suara tak jelas ketukan atau syair-syair tanpa pencipta yang didendangkan oleh penghuni di sisi lain pulau itu.

”Yah, beginilah pulauku. Sebuah daratan yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan pasir hitam yang kemudian kukenal dengan sebutan timah--begitupun pasir putih yang begitu mempesona, hingga bisa menambah daratan di negeri singa yang mampu menukar butihan pasir dengan wewangian lembaran bernilai.”

”Usss.....ssss, jangan keras-keras berkata nanti terdengar angin--lalu disampaikanya pada penghuni lain!” suara lirih menggoda.


”Lalu salah jika mocong ini berbunyi dan mengeluarkan rangkaian kata yang sedikit pedas?”

”Kurasa tak terlalu, mungkin lebih pedas cabe yang tergigit tadi—karena cepat terasa dan langsung membutuhkan gula atau air sebagai penawar.” bisik mulai menggerogoti ruang di telinga kiri.

”Ah...., sudah jangan kau panasi suasana yang sudah semakin akut. Kepadatan penghuni jalanan cukup membuat orang-orang merasa lelah termasuk dia, jadi bila kau tambahkan dengan bumbu tadi maka habislah cerita kita—karena ia akan pergi ke negeri dongeng dan bercumbu dengan kekasihnya.” lirih suara menggoda.


”Ehm...aku tak mau ke negeri dongeng—karena semua disana hanya khayal dan ketika tersadar semua yang kutinggalkan semakin bertambah, jadi lebih baik aku ikut melewati semuanya dengan mata terbuka tetapi mulat tak menganga.”

Helai kain yang menutup diri lepas satu persatu dan jatuh di lantai yang mulai berganti warna bersama potong bulan yang semakin meninggi.

”Zzzz,...”

”Hei, kenapa kau terdiam?” bisik pindah di telinga sebelah kanan.

”Aku terjebak dalam keliaran malam yang menjemput, bulan diatas sana mungkin tersenyum padaku, kutemukan kau dalam rinai air mata yang jatuh dipundak dan ingin kuhantarkan hangat pada jiwa yang hampa.”

”Sebenarnya menatapmu dalam mimpipun aku menjadi lelah, mata terlalu cepat jatuh dan kehilangan selera. Ups..ada yang bertanya pada bisik di gelap hari—aku ada dimana ketika rasa mulai tertambat?”


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Aku Lelah Menjadi Cantik


"KENAPA aku tidak bisa seperti mereka?"

"Karena kau adalah perempuan!" cetus bunda dengan cibiran khas.


***

Jatuhan uap air yang telah jenuh di awal Maret kembali membasahi sekujur tubuh negeri. Semua yang menganga akan segera dipenuhinya lalu menyebar hingga ke lapisan paling luas ditiap jengkal. Tak terkecuali tempat dimana aku dan bunda berdiri. Sore itu kembali aku menegakkan tiang-tiang, menyambung tiap pangkalnya dan menutup bagian atas dengan tenda plastik berwarna biru. Setelah semua tepat pada posisi masing-masing, kini giliran yang lain membersihkan jalanan aspal dari genangan air dan melapisi dengan karpet plastik bermotif bunga merah.

Sore masih menunjukkan kesetiaan bagi para awan bersama sapuan jingga yang terus berpendar di barat. Beberapa anak berjaket kulit tampak nongkrong di parkiran, sesekali dari mulut mereka terlempar godaan ketika sebentuk tubuh dengan sesuatu terbuka dipusar melintas diantara dua pohon beringin.

"Ayo tata semua meja!" pinta bunda yang telah mem-formatku jadi sebentuk manusia cantik. Imajiku hancur bersama siulan dan ratapan.

Dari kecil aku telah ikut bersama bunda melewati tiap putaran waktu dengan penuh kehangatan. Aku hanya mengenal Ayah lewat kata, tidak seperti mereka yang begitu gembira ketika bercerita tentang apa pekerjaan ayah, berapa hektar tanah ayah, berapa banyak obligasi ayah, berapa banyak uang saku yang tiap hari mereka terima dari Ayah. Dan setiap kulontarkan pertanyaan bertemakan ayah, Bunda selalu diam dan tak mau menatapku dalam-dalam seperti kebiasanya selama ini.

"Kata guru, besok semua orang tua siswa datang ada rapat. Kata guru, kalau bisa Ayah yang datang!".

"Kalau bisa!" tegas bunda padaku. Sejak saat itu setiap ada pertemuan siswa bunda enggan untuk datang.

Dua puluh tahun lamanya aku hidup dalam imaji 'Ayah' tanpa kukenal bentuk laki-laki yang telah berjuang bersama bunda membuatku ayu seperti ini.

"Ayah...Ayah..Ayah!" Separuh hidupku hanya bisa memahat kata itu pada tiap lembaran waktu. Kata temanku Bahri, ia punya seorang laki-laki yang kerap dipanggilnya dengan nama Ayah. Ia bersama laki-laki itu setiap pagi minggu pergi memancing di kolam pinggiran, begitu juga dengan Mahessa yang ditiap paginya selalu diantar oleh laki-laki yang ia sapa dengan Bapak dengan jas dan mobil ACnya. Tapi kalau memang Ayah adalah sosok yang diperlukan kenapa bunda tak pernah menampakkannya padaku.

Sejak aku mengenal baca tulis, baru kusadari ada yang kurang pada hari-hari. Pagi yang kulihat hanya sebuah figura tua dengan gambar sesosok laki-laki berpeci. Ketika sarapan, di meja makan yang kutemukan hanya sosok bunda dengan wajah terbalut kain panjang. Dan tatkala malam datang dengan dongeng yang kerap memadati ruang di telinga. Di dini hari, mimpi pun tersadar. Tak ada semua bayang tentang keindahan hari. Ketika saat itulah bunda hadir dengan dendang yang begitu aku rindukan hingga aku tumbuh jadi sebentuk mahkluk cantik.

"Yah, mahkluk cantik yang selalu menjadi kebanggan bunda"

Hari ini untuk sekian kalinya sebuah lilin tertancap ditengah kerutan hati. "Kata mereka aku cantik Ayah, tapi kau tak pernah melihatku dua puluh tahun ini. Apa karna aku cantik?" batin terus berimaji dengan kata-kata Ayah.

Mungkin harusnya aku lebih baik tidak mencicipi kenikmatan ruh yang telah ditiupkan pada wujudku di janin. Walau pada akhirnya aku besar dengan cantik dibawah lindungan bunda. Tapi, cantik tak membuatku menjadi bebas. Semua orang begitu sering menatap kemolekan tubuh dan parasku. "Karena kau begitu cantik!" ujar Mahessa dengan lantang.

"Aku cantik?" tanyaku setengah tak percaya. "Tapi aku tak mau jadi cantik.".

"Hai,..ingat banyak diantara mereka disana yang ingin sepertimu tapi apa. Mereka tak bisa!" sekali lagi Mahessa dengan kerasnya menatapku.

Kupandangi wujud muka. Pada pantulan di cermin powder lipat, dan tepat dihadapan kutemukan wajah yang enggan untuk ditatap lama-lama. Barangkali semua orang telah kehilangan citra penglihatan, sehingga si buruk rupa menjadi tuan putri di hadapan kornea mereka.

"Tidak, aku tidak cantik. Dan aku tidak mau menjadi cantik!" batinku berontak. "Tapi kau begitu cantik diantara mereka"

"Em, apa iya aku cantik?".

"Ada tamu, cepat kesana!" sekali lagi bunda menghancurkan imaji.

Sepanjang temaram bulan aku bermandi peluh di dingin separuh hari.


***

Matahari kembali mencibirkan ruh paginya, sedang diri hanya bisa bersembunyi dibalik selimut tambalan Bunda. "Lelah menjadi cantik."

Ingin kucabik-cabik saja sinar yang jatuh tepat di pinggiran meja rias. "Sudah pagi!"

"Iya, aku tahu, kalau matahari datang dengan cahaya keemasannya itu berarti telah pagi. Tanpa diberi tahu, aku telah mengerti!"

Aku paling tidak suka bangun di pagi hari. Bagiku cahaya matahari justru menghilangkan selera menjadi manusia. Bagaimana tidak, ketika malam banyak diantara mereka yang mengatakan aku cantik. Padahal mereka melihat dengan pantulan cahaya bulan. Nah bagaimana bila pagi? pasti mereka bisa dengan sangat jelasnya melihat diriku.

Aku tahu kulitku tak seputih susu, wajah pun tak semulus porselen Cina. Sesuatu yang ada di dadaku tak sehebat Pamela Anderson, Pokoknya semua yang ada padaku serba cukup. Cukup membuat mereka membulatkan biji mata dan meneteskan liur.

"Uhsss...!"

Segelas susu panas kembali terhidang di bola mataku. "Bunda memang baik, dan mungkin begitulah semua perempuan"

Perempuan ataupun mahkluk bernama wanita itu sangat simpatik, sungguh menyenangkan, dan juga tidak egois. Dia pandai dalam seni kesulitan hidup berkeluarga. Dia mengorbankan dirinya setiap hari. Kalau tersedia daging ayam, dia makan bagian kakinya. Jika ada kesengsaraan, dia duduk didalamnya-pendek kata dia terbentuk seperti itu hingga tak punya pikiran atau keinginan sendiri, tapi memilih untuk selalu bersimpati dengan pemikiran dan keinginan-keinginan orang lain.(1)

Kutarik selimut, kudekap erat guling yang telah berlumuran bercak yang tak jelas. Kurasakan kenikmatan permainan pagi.

"Kau sudah bangun rupanya?"

"Iya." jawabku pendek. "Nanti ada tante Inakmu datang!" balas bunda sembari mengusap rambutku yang tak terlalu panjang.

"Uhsss...!" Aku begitu tidak bersemangat kalau tante Inak yang datang. Dia akan langsung menghujamku dengan rentetan kalimat tidak mengenakan tatkala ia tahu kalau aku masih mengenakan celana diatas lutut, pakaian tanpa lengan, merah-merah pipi ataupun pewarna bibir. "Kalau hanya antingan aku setuju saja, tapi..!" celoteh tante Inak tiga minggu yang salalu sebelum aku memutuskan untuk meninggalkan dinas malam.

Aku tidak mengatahui kenapa ia tidak suka melihatku begitu. Padahal dengan seperti itu aku kelihatan begitu cantik, "Kata teman-teman."

Aku rimbun dalam nafas hidup yang dinaungi trauma. Aku begitu malas untuk mengubah semua yang telah terbentuk. Walau aku tahu ini salah bagi sebagian kaum.

"Kenapa aku tidak bisa seperti mereka?"

Berjalan tegap dengan seorang perempuan disisi kiriku. Aku rindu saat itu datang."

"Karena kau cantik, dan cantik adalah perempuan" suara itu datang mengejutkanku. Sepertinya ia selalu tahu saat diri kehilangan keyakinan. Hanya penggelan kalimat itu yang selalu menguatkan hari-hariku.

"Kau sama saja seperti ibumu, perempuan kuat dengan segala kegelisahan"


***

Siang semakin dewasa bersama sorak-sorai anak sekolah yang baru menanggalkan rutinitas rumus fisika ataupun hafalan sosiologi. Diantara mereka dari jendela depan rumah tampak laki-laki sebaya denganku, ia begitu dewasa mengawal anak-anak meninggalkan pagar gedung yang dulu membuatku mengerti tulisan. Lelaki itu tak banyak berubah dari pertama aku menyisahkan sedikit pandangan tatkala musim sekolah ramai. Beda denganku, dimana aku tampil lebih cantik. Padahal aku dan dia 'sama'.

Setengah perjalanan jarum dinding aku larut dalam khayalan, menikmati imaji kosong. Membiarkan otak lepas dari kepala dan meletakkanya pada pinggiran jendela depan, untuk beberapa saat kemudian aku tersadar bahwa isi kepala sudah digerayangi lalat.

"Bunda, aku capai menjadi cantik karena kebebasanku terbelenggu, terkunci dalam sangkar yang tak jelas."

Pada detik berikutnya, satu demi satu semua yang ada padaku terlepas. Mula-mula pemberat telinga yang sepanjang malam menggelayut kini menyisakan lubang. Penyangga dada yang selama putaran hari meletak tak jelas fungsinya mulai kehilangan selera denganku. Pewarna bibir yang merupakan simbol ekstotis sisi perempuanku memudar. Hingga pada seperempat langkah jarum pendek akhir semuanya benar-benar lepas.

"Aku tak mau lagi bertemu dengan engkau bulan, karena rayuanmu begitu mempesonaku untuk menjadi cantik."


Banten - Kelapa Gading - Lemabang, Pebruari-Maret 2006

ket:

1) Salah satu tulisan dalam esainya "A Room for One's Own" karya Virginia Woolf.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2008

TEMA :
"INDONESIA'S YOUNG GENERATION UNWRAPS THE INTERNATIONAL PROBLEMS"

SUBTEMA :
1. Indonesia and Global War on Terrorism
2. The Young Diplomat's Contribution to Indonesia's Role in
International Relations
3. Toward the Indonesia's Readiness on Millenium Development Goals
4. Globalization's Challenge to Indoneisa's Cultural Values
5. Youth's Concern Regarding Issue on Global Warming
6. Indonesia, Free Trade Area, and Global Economy Challenge

Judul : Judul bebas (peserta bebas menentukan judul, tetapi masih
dalam batasan tema yang ditentukan).

Karya tulis diterima selambat lambatnya tanggal 23 Maret 2008.

Hadiah :
Pemenang I : Trofi, Sertifikat, dan uang sebesar Rp 2.000.000,00
Pemenang II : Trofi, Sertifikat, dan uang sebesar Rp 1.500.000,00
Pemenang III : Trofi, Sertifikat, dan uang sebesar Rp 1.000.000,00

Karya tulis dapat dikirimkan melalui pos ke :
a.n. Andre (Staff jurusan HI-FISIP Univ.Parahyangan Bandung)
Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141

Contact Person :
1. Ryan Adiputra R. : 081322299906
2. Wulani Sriyuliani : 08122230856
3. Retta A. : 08562193913

SYARAT DAN KETENTUAN :
• Peserta
- Mahasiswa dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia dari segala
jurusan dan disiplin ilmu.
- Umum
• Kriteria dan Ketentuan Penulisan
- Karya tulis yang diikutsertakan berbentuk esai, merupakan karya
orisinal yang keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, bukan saduran,
bukan terjemahan.
- Karya tulis belum pernah diikutsertakan dalam lomba sejenis.
- Karya tulis dapat ditulis menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa
Inggris.
- Peserta hanya dapat mengirimkan satu judul karya tulis.
- Panjang tulisan 4.000 – 12.000 karakter untuk semua kategori.
- Tulisan diketik, ukuran huruf Times New Roman 12, spasi rangkap,
ukuran kertas A4.
- Karya tulis dikirimkan paling lambat 23 Maret 2008 (stempel pos).

• Peserta wajib mengirimkan :
- Naskah karya tulis asli dalam bentuk Hardcopy dan Softcopy.
- Curriculum Vitae (CV) penulis dan fotocopy tanda pengenal diri.

• Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat

• Pengumunan Lomba
- 10 finalis akan dihubungi langsung oleh panitia pada awal April 2008.
- Pemenang utama akan diumumkan setelah 10 finalis terbaik
mempresentasikan karya tulisnya pada tanggal 25 April 2008.
Pemenang akan diundang dalam Seminar Internasional KSMPMI yang akan
diselenggarakan pada 26 April 2008.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Bukti Totalitas Film

Ayat-ayat Cinta (AAC):

Bukti Totalitas Film

KEKUATAN cinta dan keteguhan hati benar-benar menjadi amunisi terbesar dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada. Mungkin itulah sebuah gambaran yang setidaknya diperoleh ketika kedua bola mata ini berkesempatan menyaksikan premier (pemutaran perdana) film Ayat-ayat Cinta (AAC) di XXI Plaza Senayan, Senin (18/02) yang lalu.

Hampir sepanjang 120 menit, tutur ini pun tak henti-hentinya melafazkan kebesaran Allah SWT. Inilah bukti dan jawaban atas kekeringan jiwa yang dahaga akan sajian hiburan yang tidak sekadar mengumbar kata cinta (semu), ataupun menjual mistik (horor) yang justru membuat jiwa semakin gelisah.

Dua bulan sejak berita tentang penayangan perdana film ini beredar sekitar akhir tahun 2007 yang lalu begitu ramai dibincangkan. Media cetak, elektronik bahkan tulisan-tulisan di blog begitu penuh menanti dan menanti film yang (konon) bisa menandingi film-film sebelumnya (Gie, Ada Apa dengan Cinta, ataupun film-film dengan jumlah penonton diatas rata-rata seratus ribu), dan akhirnya Ayat-ayat Cinta sebuah film yang diangkat dari karya paling fenomenal Habiburrahman El Shirasy dengan judul yang sama berhasil hadir ditengah-tengah masyarakat Indonesia.

Hanung Bramantyo adalah sosok yang berhasil mengadirkan rangkaian kalimat demi kalimat, halaman demi halaman dalam bentuk citra audio visual yang ringan dan menarik untuk disaksikan. Jika ada yang mengatakan atau menyangsikan bahwa film yang diangkat dari novel akan menjadi karya yang bagus, dan kali ini pernyataan itu berhasil dipatahkan oleh Hanung selaku sutradara.

Film bisa diibaratkan sebuah paket, dan AAC adalah paket “Total” film Indonesia. AAC telah berhasil menjadi paket yang siap dan akan menghebohkan pasar film bukan hanya di Indonesia bahkan sangat mungkin di kancah internasional. Mungkin pernyataan ini terlalu dini, tetapi jika dikaji dan ditelusuri secara seksama. Wajar saja jika film di bawah naungan MD Entertainment ini layak masuk dalam jajaran film terbaik yang dimiliki negeri ini.

Fenomenal novel AAC merupakan kekuatan untuk menjadikan film ini besar, namun garapan Hanung tidak lantas menjadikan film hambar yang sekadar memenuhi tuntutan produser ataupun pasar film Indonesia saat ini. Islam yang menjadi nadi di film mampu hadir, tidak hanya bentuk visual semata tetapi begitu kuat dengan setting, alur dan lakon yang dimainkan oleh para pemeran tetap terjaga.

Bukti “Totalitas”

Menyadari tidak mudah menggarap film yang diangkat dari novel fenomenal, sepertinya Hanung memaksimalkan kemampuan dalam film AAC. Ada yang menarik, dalam sebuah catatan “Kisah Di Balik Produksi Ayat-ayat Cinta” yang diposting Hanung di blognya menjadikan saya semakin sadar dan semakin mengerti setiap kegelisahan dan rintangan yang dihadapi dalam pembuatan film ini. Namun, dengan keteguhan hati dan kekuatan cinta menjadikan Hanung bangkit dan terus bangkit dari tiap jatuhnya.

Saya hafal betul tulisan Hanung yang menjadikan ia kuat menyelesaikan film ini. “Kalau kamu sudah bisa membuat film. Buatlah film tentang agamamu.” Begitulah kata yang ternyata hadir dari tutur seorang ibu, dan justru dengan kalimat ini pula yang membuat kalimat-kalimat milik Habiburrahman El Shirasy dalam novelnya AAC berhasil diterjemahkan oleh Hanung (tentunya sudah dengan perubahan disana-sini) hingga hadir di layar lebar di bioskop-bioskop penjuru tanah air.

Layaknya sebuah pekerjaan maka, film ini tetap tidak lepas dari catatan. Seperti yang dituturkan oleh Hanung dalam blognya bahwa Kairo adalah kota dimana manusia-manusia Fahri, Aisha, Maria, Noura, Nurul dan manusia lainnya hasil karangan Habiburrahman El Shirasy (kang Abik) hidup, saling bercerita dan saling mencinta. Sebaik apa pun hasil garapan set diciptakan di Jakarta dan Semarang, tetap sulit untuk menandingi keindahan Kairo dalam sudut pandang novel AAC.

Sudut-sudut pasar El Khalili, jalanan di Down Town, Menara-menara masjid (Al Azhar dan University of Azhar Cairo), belum lagi bangunan tua khas tiga Dinasti (Firaun, Perancis dan Kesultanan), dan matahari terbit di antara pyramid, ataupun El Giza tetap menjadi milik kang Abik dalam novelnya. Film AAC hanya mampu sepertiga saja memotret lansekap keindahan kota Kairo sebagaimana tertulis dalam novel.

Akan tetapi dengan keterbatasan hingga harus mempersempit lokasi dan pengurangan peralatan pendukung yang kemudian berusaha memperkuat dramatik cerita daripada keindahan gambar. Sehingga para pemainlah yang menjadi kunci untuk mampu membawakan karakter yang diperankan.

Keberhasilan menyajikan Kairo di Jakarta dan Semarang adalah bukti semangat yang kuat untuk mempertahankan kehadiran film ini ditengah badai rintangan yang dating silih berganti dalam proses pembuatan. Setelah, kegagalan demi kegagalan untuk menciptakan setting sesungguhnya sesuai dengan gambaran novel (baca blog Hanung di http://hanungbramantyo.multiply.com). Tanpa mengurangi estetika Kairo ataupun latar cerita, hadirlah wujud-wujud lain di kedua kota itu yang lebih bisa dijangkau dengan pendanaan orang (produser) Indonesia. Lagi-lagi Hanung berhasil mencitrakan novel AAC dalam wujud setting Indonesia, maka hadirnya setting novel pada metro yang dibangun bangsa Prancis di stasiun Manggarai, perpustakaan Al Azhar dan ruang Talaqi masjid Al Azhar di Gedung Cipta Niaga Jakarta Kota. Flat Fahri, Flat Maria dan pasar El Khalili di kota lama dan Gedung Lawang Sewu Semarang. Bahkan gereja Imanuel Jakarta disulap menjadi ruang pengadilan Fahri.

Istilah film ‘berat’ pun sama sekali tidak muncul. Istilah film ‘berat’ mari sama-sama diartikan sebagai film yang butuh pemikiran ekstra untuk mencerna tiap detik yang berlalu, tetapi justru AAC menjadikan layak untuk dikonsumsi mulai dari usia remaja. Kata bosan dan akhirnya membuat penonton mengantuk pun tidak saya dengarkan dari rekan-rekan yang ikut menyaksikan premier ini. Adegan Talaqi yang ditakuti akan menciptakan reaksi bosan penonton justru menjadi salah satu unsur pembangun yang kuat dalam film ini, terlebih adegan saat perenungan Fahri dipenjara dan menemukan hakikat kesabaran dan keikhlasan dari sosok imajinatif, bergaya liar, bermuka buruk tetapi memiliki hati bersih dan suara yang sangat tajam melafazkan kebenaran. Adegan ini sebenarnya sebuah bentuk adaptasi Hanung yang sedikit banyak berbeda dengan novel. Pada novel dengan jelas digambarkan sosok penghuni penjara yang absurd (seorang professor agama bernama Abdul Rauf) yang justru kekuatan tercipta.

Garapan film yang lembut, indah, suci telah benar-benar hadir. Tak jarang dibeberapa scene AAC mampu membuat penonton meneteskan air mata, menghela nafas dan terkagum-kagum. Setidaknya itulah yang saya saksikan sendiri saat menyaksikan primier AAC. Ini menjadi bukti bahwa AAC benar-benar sebuah totalitas yang dibangun dengan kekuatan cinta dan hati.

Film ini pun telah memacu adrenaline tentang sebuah nilai komitmen atas dasar agama, kesetiaan, kerja keras, dan cinta. Film ini berhasil menghadirkan Islam dalam wajah yang lebih elegan dan eksotis, bersahaja, penuh dengan nilai-nilai perdamaian dan penghormatan yang tinggi terhadap perbedaan.

Sebuah film tidaklah bisa dikatakan berhasil jika tidak mampu untuk menyihir penontonya, dan layaknya alphabet, AAC telah berhasil menterjemahkan A hingga Z dengan baik. Pemilihan dan penentuan pemain benar-benar terjaga, hingga menguras air mata penonton manjadi bukti. Wajar jika ada yang tertarik kembali menyaksikan film AAC untuk kedua kalinya.

Sungguh tidak berlebihan jika diakhir tulisan ini saya mengatakan bahwa kesuksesan sudah di depan dan menanti film AAC. Semoga para sineas kembali lagi untuk mampu menghadirkan film-film bermutu layaknya AAC ditengah-tengah kita yang sedang dahaga akan film yang tidak hanya menjual cinta (semu) ataupun mistik semata.***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)