Seminar Nasional "Bahasa dan Sastra dalam Perspektif Bidang Ilmu)

SEMINAR NASIONAL Dalam Rangka Hari Sumpah Pemuda ke-80 dan Purnatugas Prof. Drs. H. Soeparno "BAHASA DAN SASTRA DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF BIDANG ILMU "

Tema Seminar:
“Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif Bidang Ilmu”

Subtema:
  • Subtema kajian bahasa :
    • Bahasa dalam Berbagai Alirannya
    • Linguistik Mikro dan Pasang Surut Kajiannya
    • Bahasa dan Permasalahannya dalam Pengajaran
    • Bahasa dalam Perspektif Ilmu Lain (psikologi, kedokteran, sosial, dsb.)
  • Subtema kajian sastra :
    • Sastra dalam Perspektif Sosial
    • Sastra dan Permasalahan Pengajarannya
    • Sastra sebagai Cermin dan Pembaharu Kebudayaan
    • Sastra dalam Perspektif Politik

    Tujuan

    • Menunjukkan peran bahasa dan sastra dilihat dari berbagai perspektif
    • Menggiatkan kembali kajian bahasa dan sastra yang komprehensif dalam multiperspektif.

    Pembicara:

    • Prof. Dr. H. Suparno (Rektor Universitas Negeri Malang)
    • Prof. Drs. H. Soeparno (Guru Besar UNY)
    • Dr. Dendy Sugono (Pusat Bahasa Jakarta)
    • Habiburrahman El-Shirazy (Penulis Novel Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Di Atas Sajadah Cinta)

    Peserta:
    Pemerhati Bahasa/Sastra, Dosen, Guru Bahasa, Sastrawan, Peneliti, Penulis, Wartawan, Mahasiswa

    Waktu dan Tempat
    Waktu : Kamis, 13 November 2008, 07.30 – 13.30 WIB
    Tempat: Auditorium UNY, Jalan Kolombo No. 1 Yogyakarta

    PEMBICARA LAINNYA:

    TOPIK BAHASA
    Prof. Drs. H. Soeparno (UNY - Yogyakarta)
    DR. Muhammad Rohmadi (UNS - Surakarta)
    Tadkiroatun Musfiroh (UNY Yogyakarta)
    Umar Solikhan (Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
    Edi Puryanto (UNJ -Jakarta)
    Fortunata Tyasrinestu. M.Si (ISI-Yogyakarta)
    Gumono (FKIP Universitas Bengkulu)
    Iqbal Nurul Azhar (Univ.Negeri Trunojoyo,Madura)
    Rosida Tiurma Manurung (Dosen MKU UK Maranatha -Bandung)
    Sudartomo Macaryus (Sarjana Wiyata - Yogyakarta)
    Asep Muhyidin, M.Pd (Univ. Sultan Ageng Tirtayasa Banten)

    TOPIK SASTRA
    Drs. Ahmadun Yosi Herfanda, M.M. (Republika)
    Drs.Asep Sambodja (Universitas Indonesia-Jakarta)
    Nurhadi, M.Hum. (UNY-Yogyakarta)
    Pujiharto, M.Hum. (FIB UGM Yogyakarta)
    Dr. Suryo Tri Saksono (Universitas Negeri Trunojoyo,Madura)
    Wiyatmi, M.Hum. (UNY Yogyakarta)
    Sukirno, M.Pd. (Univ Muh, Purworejo)
    Umilia Rokhani (ISI Yogyakarta)
    Lisetyo Ariyanti (FBS-UNESA SURABAYA)
    Kustri Sumiyardana (Balai Bahasa Jateng)
    Esti Swatika Sari (UNY Yogyakarta)
    Dwi Susanto (UNS Surakarta)
    Prakoso Bhairawa Putera (LIPI Jakarta)

    TOPIK PENGAJARAN
    Dr. Sri Pujiastuti (UNY Yogyakarta)
    Dr. Tri Budhi Sastrio, M.Si (Univ.Dr.Soetomo – Surabaya)
    Benedictus Sudiyana (Univ. Veteran Sukoharjo)
    Imam Baehaqie, S.Pd., M.Hum (UNNES - Semarang)
    Samuel Gunawan (BIPA-FS UK Petra)
    Muammar (Mhs Pascasarjana UNY Yogyakarta)
    Dra. Anneke H Tupan, M.Pd (BIPA FS-UK PETRA)
    Sri Handayani (Universitas Tidar- Magelang)
    Drs. Wagini DS (SMPN2 Pakem - Yogyakarta)


    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS
    Read Users' Comments (0)

    Amankan Pangan, Rakyat Sejahtera

    dimuat di Pikiran Rakyat, edisi Kamis 16 Oktober 2008, lihat versi online

    Oleh Prakoso Bhairawa Putera

    Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan telah mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Dengan kata lain, untuk bisa menciptakan "aman" pangan dibutuhkan juga kontribusi masyarakat yang bertanggung jawab. Pemerintah sebagai pihak menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi.

    Kenyataan di lapangan ternyata tidak serupa dengan yang diamanatkan UU. Pangan nasional masih menimbulkan masalah kecukupan produksi, distribusi, dan pendapatan pangan mempunyai efek multidimensi. "Aman" pangan adalah kunci untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan rakyat mendapatkan akses sejahtera. Layaknya filosofi dari kata "aman", maka "aman" pangan tidak hanya diasumsikan sebagai kemampuan ketersediaan pangan bagi rakyat semata, tetapi perlu ditambahkan pada kondisi mendatang dengan penyiapan regulasi yang "mengamankan" pangan itu sendiri, kesiapan dan kemampuan teknologi dan sumber daya manusia andal yang mendukung keberlanjutan produksi pangan di negeri ini.

    Jika merujuk pada paradigma ketahanan pangan nasional selama ini, selalu diarahkan pada kebijakan swasembada dan stabilitas harga yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin harga dasar yang ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi pasar. Sebenarnya, paradigma ini perlu dilakukan penguatan akses masyarakat untuk memperoleh pangan itu sendiri dengan meningkatkan kegiatan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan, bukan lagi mengejar swasembada komoditas per komoditas meskipun ini juga perlu.

    Akses ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat dan kemampuan setiap rumah tangga memperoleh pangan dari hari ke hari adalah indikator awal. Ketersediaan pangan yang cukup di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga. Oleh karena itu, kelancaran distribusi pangan sampai wilayah permukiman serta daya jangkau fisik dan ekonomi rumah tangga terhadap pangan merupakan dua hal yang sama pentingnya.

    Penguatan "aman" pangan pun perlu diarahkan pada pengembangan pangan dengan mengembangkan sistem pangan yang berbasis pada keberagaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan, dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memerhatikan peningkatan pendapatan petani yang berbasis sumber daya nasional secara efisien dan berkelanjutan, menuju masyarakat yang sejahtera.

    Kebijakan

    Apabila prasyarat pertama telah terpenuhi, penguatan kebijakan "aman" pangan adalah penting. Pemerintah tidak perlu lagi tergoda membangun pertanian secara instan dengan mengedepankan kebijakan instrumen fiskal tanpa mau bersusah payah meningkatkan produksi.

    Idealnya, sebuah kebijakan maka tidak lain tidak bukan terlebih bagi sektor pertanian, maka kepastian jaminan pasar sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam komoditas tanaman pangan menjadi keharusan. Peningkatan produksi tanaman pangan hanya akan tercapai apabila pemerintah mampu memberikan kepastian kepada petani. Baik dalam bentuk jaminan harga maupun penyerapan produk. Lembaga stabilisasi harga dan pasokan, seperti Perum Bulog, mesti dimanfaatkan dan diberdayakan dengan baik. Kalau bisa Perum Bulog jangan hanya berperan mengamankan beras, tetapi diperluas untuk komoditas lain seperti jagung, kedelai, dan juga umbi-umbian. Mekanisme pembelian produk pertanian oleh Bulog atau lembaga lain yang memiliki peran dan fungsi yang sama harus dilakukan dalam segala kualitas.

    Bila semua titik kebijakan telah diupayakan, tetapi jangan sampai terlewatkan perlunya evaluasi tingkat produksi, dengan tidak hanya dilakukan evaluasi tingkat produktivitas semata. Perlunya juga evaluasi terhadap komoditas tanaman pangan secara berkelanjutan di tingkat nasional maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Evaluasi ini penting dilakukan untuk melihat keseimbangan tingkat konsumsi dengan laju pertumbuhan produksi pangan. Selain itu, revisi rencana strategis jangka pendek dan panjang dengan lebih mengintensifkan upaya peningkatan produktivitas di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan mesti dilakukan.

    Keberanian mengeluarkan kebijakan juga, mesti diikuti dengan pelaksanaan pembaruan agraria, dengan ditunjang pembangunan infrastruktur perdesaan seperti irigasi dan jalan-jalan desa. Begitu juga dengan keberanian menegakkan "aman" pangan dengan cara berswasembada dan melepaskan ketergantungan terhadap mekanisme pasar bebas.***

    Penulis, peneliti PAPPIPTEK Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS
    Read Users' Comments (0)

    Majalah Biskom edisi Oktober 2008


    Cover Majalah BISKOM kali ini menampilkan Andy N. Sommeng, Direktur Jenderal HKI (Terima kasih kepada Direktorat Jenderal HKI Departemen Hukum dan HAM yang turut mendukung Majalah BISKOM).

    Dalam kesempatan ini, kami sekaligus menawarkan kepada seluruh pembaca untuk dapat bekerjasama yang saling menguntungkan dengan Majalah BISKOM, baik berupa pengiriman artikel TI, mengadakan seminar, workshop dan pameran serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan dunia TI.

    Topik menarik Majalah BISKOM Edisi Oktober 2008 diantaranya:

    • COVER STORY: Direktur Jenderal HKI, Andy N. Sommeng, “Dengan HKI, Indonesia Menuju Era Perdagangan Bebas”

    • FIGURE:
    - Presiden Lembaga Riset Indonesia, Johan O. Silalahi, LRI Distribusikan Informasi Sebagai Kontrol Publik
    - Inspirator Muda No.1 Indonesia, Rudy Lim, Menginspirasi Lebih Banyak Orang Dengan TI
    - Direktur PT. Langkah Swadaya Mandiri, Liem Dat Kui, Verbatim: Media Penyimpan Data No 1
    - Praktisi Hukum Telematika, Ronny Wuisan, Penegakan Hukum HKI Masih Lemah

    • HEADLINE:
    Menimbang Untung Rugi HKI

    • FOCUS:
    - Krisis Global, Industri Telekomunikasi Jangan Panik
    - Hikmah di Balik Krisis Amerika Serikat
    - Memanfaatkan TI Untuk Logistik
    - Bank Target Terbesar Phishing
    - Selama Lebaran, Trafic SMS Meningkat
    - Messenger Berbasis Web, Alternatif Buat Chatting
    - Teknologi Geospasial Untuk Pemerintahan

    • SNAP:
    - ‘3′ Raih 3,2 Juta Pelanggan
    - Telkom Sosialisasi E-Logistik
    - XL Gelar Tabligh Gema Ramadhan
    - Printing Olympic Dari Samsung
    - Setelah Jawa, Smart Bidik Bali
    - Sun Microsystem Berkomitmen di Open Source
    - 1st Computer Square Kini Ada di Bekasi
    - Canon Jamin Hasil Cetak Foto Tahan 300 Tahun
    - JohansPolling Laporkan Masyarakat Ingin Presiden Muda
    - IBM Hadirkan Solusi Disaster Recovery Center
    - Kingston Kampanye Produk Asli
    - BPPT Gelar SEABFEX Bali
    - Be Mall Kembali Persembahkan Bandung Comtech 2008
    - Hitachi Hemat Biaya Dengan Going Green

    • RESENSI:
    - Memproteksi PC Dari Berbagai Serangan, Penulis: Jubilee Enterprise
    - Internet Untuk Pemula, Konsultasi Dengan Ahlinya, Penulis: Jubilee Enterprise

    • INSPIRATION:
    - Dirgayuza Setiawan: Memanfaatkan Ekosistem Bisnis iTunes, iPhone dan iPod
    - Prakoso Bhairawa Putera S.: 2009, Wajib Sharing Tower BTS
    - J. Ganang Andi: Menjadi Kaya Dengan Internet
    - Muhamad Jafar Elly: Selamatkan Laut Dengan Teknologi Informasi
    - Bob Julius Onggo: Olimpiade Beijing 2008 di Media Online

    • REVIEW & CELLULAR:
    - Asus P6T Deluxe
    - Samsung X360
    - JVC Everio GZ-HD10
    - D-Link Securicam DCS-2100
    - Philips NP1100
    - Verbatim HDD External 2.5″ 120 Gb
    - Apple iPod Touch
    - LG Flatron L206WU
    - Kingston DT Mini Slim
    - Sony Alpha 900
    - Canon PowerShot G10
    - Blackberry Bold
    - Sony Ericsson G705
    - HP iPAQ 912
    - HTC Touch Pro

    Dapatkan Majalah BISKOM di Toko Buku Gramedia dan Gunung Agung atau berlangganan melalui Bagian Sirkulasi Majalah BISKOM. Untuk review, ujicoba, update harga produk dan kegiatan perusahaan Anda, hubungi redaksi[at]biskom.web.id

    Sumber BISKOM edisi Oktober 2008

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS
    Read Users' Comments (0)

    Wajah Pendidikan Kita

    Tulisan ini dimuat di Radar Banten, 11 Oktober 2008

    Versi Cetak lihat disini

    Oleh : Prakoso Bhairawa Putera

    Peneliti PAPPIPTEK– Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


    Republik ini begitu kuat dengan POLITIK. Sebut saja, pada tiap pemerintahan baru pasti akan berganti kurikulum atau dengan bahasa cantik “Kebijakan Pendidikan”.

    MASIH ingat betul, beberapa waktu yang lalu Times Higher Education Supplement (THES) mengumumkan daftar 500 perguruan tinggi terbaik di dunia. Hanya enam perguruan tinggi kita yang masuk 500 besar tersebut. Keenam perguruan tinggi; UGM (360), ITB (369), UI (395), UNDIP, Univ Airlangga, dan IPB masuk dalam peringkat 401-500. Hasil yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Mungkinkah kualitas pendidikan di negeri ini turun naik.


    Metode THES

    Ada empat indikator yang menjadi dasar THES dalam surveinya. Kualitas Penelitian (Research Quality) yang diperoleh dari sebaran angket pada para akademisi menempati bobot terbesar (60%). Dua indikator yang dinilai adalah yang pertama dari hasil Peer Review. Disebarkan angket online ke 190.000 akademisi dimana mereka diminta mengisi pertanyaan berdasarkan bidang kepakaran mereka, yaitu Arts - Humanities, Engineering - IT, Life Sciences - BioMedicine, Natural Sciences dan Social Sciences. Kemudian mereka diminta memilih 30 universitas terbaik dari wilayah mereka sesuai dengan bidang kepakaran tersebut. Indikator kedua adalah Citations per Faculty, alias berapa banyak publikasi paper dari peneliti (professor) di univesitas tersebut dan jumlah citation (kutipan) berdasarkan data dari the Essential Science Indicators (ESI).

    Kesiapan lulusan dalam dunia kerja (Graduate Employability) juga menjadi salah satu indikator. Kreterian ini memiliki bobot 10% dengan indikator penilaian Recruiter Review. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil survey terhadap 375 perekrut tenaga kerja.

    Selain itu jumlah program internasional dan jumlah masahasiswa internasional menjadi indikator yang termasuk dalam Pandangan Internasional (International Outlook) memiliki bobot 10%, dan yang terakhir adalah Kualitas Pengajaran (Teaching Quality) dinilai dari indikator rasio jumlah mahasiswa dan fakultasnya (Student Faculty). Bobot penilaian cukup signifikan karena mencapai 20%.

    Jika ditelusuri lagi, THES tidak menjelaskan dasar teknik penarikan sampel serta penyebaran sampel yang ada. Dari 190.000 kuesioner yang dikirim hanya 3703 yang direspon (2006). Itu artinya hanya 1,94 persen saja dari total kuesioner. Jumlah tersebut pun lebih banyak ditentukan dari respon kemampuan untuk mengakses internet. Sudah barang tentu negara-negara di Asia Tenggara terutama Indonesia masih jauh dari mampu melakukan itu.


    Potret Pendidikan

    Data terbaru UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia mengalami penurunan empat tingkat dari 58 dunia menjadi 62 dari 130 negara di dunia dalam hal pendidikan. Education Development Index (EDI) kita adalah 0,935 di bawah Brunei (0,965) dan Malaysia (0,945).

    Situasi dalam negeri pun ikut memperkuat asumsi akan potret pendidikan kita. Pemerataan akses pendidikan, terutama di tingkat pendidikan dasar dan menengah pertama, belum tercapai. Selain itu terjadi kesenjangan pemerataan akses pendidikan di masyarakat, teruatama yang tinggal di perkotaan dan pedesaan (Kompas, 5 Februari 2008).

    Republik ini begitu kuat dengan POLITIK. Sebut saja, pada tiap pemerintahan baru pasti akan berganti kurikulum atau dengan bahasa cantik “Kebijakan Pendidikan”. Diakui atau tidak, ini sudah menjadi realita di depan mata. (Sekadar catatan kurikulum yang pernah berlaku: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006).

    Kedua, Anggaran Pendidikan. Sebuah persoalan klasik jika berbicara tentang dana anggaran, tetapi kenyataan yang ada tidak dapat dipungkri. Minimnya dana sudah tentu akan menghambat proses pembangunan pendidikan baik infrastruktur maupun suprastruktur. Syukurnya jika tahun 2009 nanti anggaran pendidikan benar-benar direalisasikan 20% oleh Pemerintah.

    Ketiga, Kondisi Sumber Daya Manusia. Tenaga-tenaga bermutu dengan tingkat keahlian mumpuni belum sebanding dengan jumlah tunas-tunas bangsa yang siap menerima ilmu pengetahuan. Ketidak merataan tenaga pendidik yang hanya terfokus di pusat-pusat pemerintahan (kota) dibandingkan daerah-daerah yang jauh dari kota semakin membuat buram potret pendidikan kita. Jika di kota satu mata pelajaran diajarkan oleh dua atau lebih tenaga pendidik, tetapi kondisi di daerah, satu tenaga pengajar akan mengajarkan lebih dari satu mata ajar. Kondisi ini berbanding terbalik, belum lagi tingkat keahlian (kompetensi) yang dimiliki.

    Tiga faktor dominan tersebut cukup mewakili peliknya persoalan pendidikan, untuk itu guna menjadikan bangsa ini cerdas, pintar dan terampil serta berilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan KOMITMEN yang lebih jelas dengan mengacu pada cita-cita luhur UUD 1945, jika ini masih mau dipegang.

    Komitmen bisa dimanifestasikan dalam beberapa wujud, seperti keberanian pemimpin untuk memaksimalkan sektor pendidikan. Salut dan patut diancungkan jempol terhadap beberapaa kepala daerah yang telah berani melahirkan kebijakan pendidikan dengan program sekolah gratis di wilayah masing-masing, dan semoga semakin banyak daerah yang berani untuk menegakkan komitmen ini.***


    Sumber : Radar Banten, Sabtu 11 Oktober 2008

    Link : http://www.radarbanten.com/images/E-PAPER/Koran.html

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS
    Read Users' Comments (0)

    Foto di Bogor





    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS
    Read Users' Comments (0)