15 Menit Untuk 15 Lembar

Oleh : R. Panji Bhairawa

Menyisihkan waktu 15 menit mungkin setiap orang mampu untuk melaksanakan, tetapi 15 menit untuk membaca buku mungkin saja berat untuk dilaksanakan. Paling tidak itulah yang dilakukan oleh salah seorang salah seorang pimpinan di sebuah perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Saya ingat betul akan penuturan dan kemampuan beliau menganalisa setiap permasalahan yang ada. Disela-sela waktu, saya dan beliau menyempatkan berdialog tentang kebiasaan sehari-hari.

Sosok pimpinan itu, ternyata selalu mengambil waktu 15 menit setelah mandi sore untuk membaca buku. Kenapa setelah mandi? karena menurut beliau seusai mandi badan terasa enak dan kondisi seperti itu sangat cocok untuk membaca. Bukan hanya itu, suasana ketika membacapun tidak boleh ada gangguan baik dari suara televisi, ataupun ponsel. Untuk menambah suasana lebih nyamana, tak jarang ruang kamar tempat membaca disemprotkan pengharum ruangan. Nah, alhasil dalam waktu 1 bulan beliau bisa membaca 1-2 buku yang tebalnya lebih dari 150-200 halaman.

Lalu saya terdiam dan berfikir sejenak, alangkah indahnya jika setiap orang di negeri ini bisa hidup dan menbiasakan diri melakukan kegiatan semacam itu. Terlebih kita yang masih tergolong muda. Mungkin saja republik bernama Indonesia, tidak akan lagi miskin pengetahuan dan intelektual.Sehingga mampu keluar dari setiap permasalahan yang menimpa.

Begitu juga dengan pemerintah yang tidak perlu gusar melihat data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (2003)tentang gambaran minat baca bangsa Indonesia. Berdasarkan data tersebut, terlihat jelas bahwa penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun yang membaca koran hanya 55,11%. Sementara yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22%, buku cerita 16,72%, buku pelajaran sekolah 44,28%, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07%.

Data BPS lainnya juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia belum menjadikan baca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton televisi dan atau mendengarkan radio. Malahan kecenderungan cara mendapatkan informasi lewat membaca stagnan sejak 1993. Hanya naik sekitar 0,2%. Jumlah itu jauh jika dibandingkan dengan menonton televisi yang kenaikan persentasenya mencapai 21,1%.

Data pada 2006 menunjukkan bahwa orang Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5% dari total penduduk. Sementara itu, mendapatkan informasi dengan menonton televisi sebanyak 85,9% dan mendengarkan radio sebesar 40,3%.

Dan, jika kita mau lebih dalam memahami esensi membaca, kita bisa melihat sebuah kisah di buku suci yang menyebutkan bahwa semesta berawal dari ’’kata’’ yang menjadi pengetahuan. Barangkali karena semesta berawal dari ’’kata’’ inilah maka perintah bagi manusia adalah ’’bacalah!’’. Kenapa ’’bacalah’’? Karena segala yang mesti dibaca tak mampu membacakan dirinya sendiri tanpa ada niat dari manusia untuk membacanya. Dengan membacakan, maka apa yang sejatinya tak terbaca itu terbantu untuk hadir sebagai makna. Maka, lelaku manusia di dunia ini sejatinya adalah sebuah lelaku membaca...membaca apa saja yang ditatapnya. Hanya dengan membaca manusia ada. (*)


Singgalang, Minggu 27 Juli 2008

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Anonim mengatakan...

blog nya bagus sekaliiiii

Anonim mengatakan...

terima kasih,..dan ditunggu komentar dan kunjungan berikutnya,...