KEMISKINAN merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi juga sosial, budaya, politik bahkan juga ideologi. Secara umum kondisi kemiskinan tersebut ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya.
Karena sifat kemiskinan yang multi dimensi tersebut, maka kemiskinan telah menyebabkan akibat yang juga beragam dalam kehidupan nyata, antara lain: secara sosial ekonomi dapat menjadi beban masyarakat. Akibatnya akan muncul rendahnya kualitas dan produktivitas masyarakat, rendahnya partisipasi masyarakat, menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang.
Semua indikasi tersebut merupakan kondisi yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.Dengan memperhatikan persoalan kemiskinan serta skala kemiskinan yang ada, beban dan tantangan penanggulangan yang ada adalah sangat besar. Berdasarkan laporan Bank Dunia saat ini lebih dari 110 juta jiwa penduduk Indonesia tergolong miskin, karena masih hidup dengan penghasilan dibawah dua dollar AS atau setara dengan Rp. 18.310,- per hari.
Pihak UNDP Indonesia pun mencatat, pada 2006 jumlah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 17,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Angka ini meningkat dari 15,97 persen pada 2005. Selain itu, 52 persen masyarakat miskin tidak memiliki akses ke air yang aman dan 44 persen tidak memiliki sanitasi yang layak. Pendaftaran kotor untuk masuk sekolah menengah pertama sebanyak 81 persen. Artinya, sebanyak 19 persen tidak melanjutkan sekolah. (Tajuk Rencana Suara Pembaruan 13 Desember 2007)
Persoalan kemiskinan tidak hanya menjadi masalah negara, tetapi merupakan persoalan kita semua, baik pemerintah, swasta/dunia usaha maupun masyarakat. Untuk menangani semua persoalan kemiskinan tersebut, kemampuan pemerintah relatif sangat terbatas. Oleh karenanya masalah penanggulangan kemiskinan perlu diselesaian secara bersama-sama antara pemerintah, dunia usaha para pelaku ekonomi maupun masyarakat pada umumnya.
Profil Kemiskinan
Berbagai program pembangunan yang didasari pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik sosial demografi dan dimensi ekonomi penduduk miskin dapat membantu perencanaan, pelaksanaan, dan hasil target yang baik. Karena, salah satu prasyarat keberhasilan program-program pembangunan sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan target area. Dalam program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya tergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya si miskin tersebut dan di mana si miskin itu berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil kemiskinan.
Profil kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik karakteristik ekonominya seperti sumber pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain. Juga perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga, cara memperoleh air bersih dan sebagainya.
Sebagai contoh, permasalahan yang dihadapi penduduk miskin dari segmen petani gurem bisa berakar dari asetnya yang justru terlalu kecil, atau dari persoalan alam dan infrastruktur dalam bentuk irigasi yang tidak mendukung, dan sebagainya.
Akar permasalahan pengrajin kecil, pengangguran, buruh musiman, dan sebagainya bisa berbeda. Jika permasalahan yang membuat mereka sulit keluar dari kemiskinan itu dapat diidentifikasi dengan baik, maka program yang tepat akan dapat dirumuskan. Akar permasalahan seperti itu, entah itu berasal dari orangnya, masalah infrastruktur/struktural atau masalah ketrampilan, dan sebagainya, mestinya tersaji dalam profil kemiskinan di perdesaan. Namun demikian, dengan melihat perbedaan karakteristik-karakteristik rumah tangga miskin dan membandingkannya dengan rumah tangga tidak miskin, beberapa catatan mengenai persoalan kemiskinan dapat diungkap.
Pengalaman penanggulangan kemiskinan pada masa lalu telah memperlihatkan berbagai kelemahan. Diantaranya masih berorientasi kepada pertumbuhan makro tanpa memperhatikan aspek pemerataan. Kebijakan yang bersifat sentralistik, lebih bersifat karikatif dari pada transformatif. Memposisikan masyarakat sebagai obyek daripada subyek. Orientasi penanggulangan kemiskinan yang cenderung karikatif dan sesaat daripada produktivitas yang berkelanjutan, serta cara pandang dan solusi yang bersifat generik terhadap permasalahan kemiskinan yang ada tanpa memperhatikan kemajemukan yang ada. Karena begitu beragam sifat tantangan yang ada, maka penanganan persoalan kemiskinan harus menyentuh dasar sumber dan akar persoalan yang sesungguhnya, baik langsung maupun tak langsung.
Tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan di bidang permukiman dan prasarana wilayah pada saat ini tidaklah sederhana. Hal ini disebabkan karena penyelesaian kemiskinan harus mencakup berbagai aspek dan dimensi pengelolaan seluruh sektor pembangunan. Dalam mengatasi kemiskinan diperlukan aktualisasi tata pemerintahan yang baik (good governance), penyelenggaraan pembangunan yang terdesentralisasi dalam kerangka otonomi daerah, serta orientasi pembangunan yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin.
Berdasarkan pengalaman masa lalu dan tantangan yang dihadapi pada saat ini, maka diperlukan re-orientasi kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kondisi kemiskinan yang beragam sifatnya. Untuk itu perlu dirumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan bidang permukiman dan prasarana wilayah secara komprehensif, terpadu, terkoordinasi untuk mewujudkan sinergi antar kebijakan dan program pemerintah maupun antar pelaku lainnya baik di pusat dan daerah bersama-sama dengan masyarakat pada umumnya, swasta, serta kelompok masyarakat lokal.
Kebijakan pembangunan wilayah diarahkan untuk, pertama kebijakan penanggulangan kemiskinan yang diarahkan dalam upaya peningkatan produktivitas untuk meningkatkan pendapatan dan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya;
Kedua kebijakan peningkatan pembangunan daerah melalui otonomi daerah dan pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan prasarana perkotaan maupun perdesaan, penataan ruang, pembangunan sarana dan prasarana permukiman terutama untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah;
Ketiga kebijakan pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana pendukung pembangunan ekonomi terutama di bidang sumber daya air dan jalan diarahkan untuk mendukung peningkatan pelayanan sarana dan prasarana serta efisiensi melalui rehabilitasi berbagai prasarana dan sarana untuk mempertahankan fungsi pelayanan, dan membangun prasarana dan sarana di daerah yang memiliki kesenjangan pelayanan paling tinggi namun memiliki potensi perekonomian, dan di daerah perbatasan, serta reformasi kebijakan melalui penyempurnaan berbagai peraturan perundangan dan kelembagaan dalam rangka meningkatkan partisipasi swasta, meningkatkan aksesibilitas prasarana dan sarana dalam menggerakkan perekonomian rakyat serta meningkatkan keterpaduan sistem transportasi;
Keempat kebijakan peningkatan penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan diarahkan pada upaya penegakan hukum khususnya dalam hal konversi lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukannya, menyiapkan rencana tata ruang kawasan-kawasan strategis dan bersifat nasional, mengendalikan pemanfaatan ruang di daerah konservasi seperti hutan lindung, daerah aliran sungai dan pesisir, menyiapkan rencana tata ruang pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil serta mengelola DAS secara terintegrasi dalam satu kesatuan sistem Daerah Aliran Sungai.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari pemerintah maka kebijakan penanggulangan kemiskinan di bidang ini diarahkan untuk mendukung kebijakan nasional guna meningkatkan produktivitas masyarakat miskin dan mengurangi biaya pengeluaran masyarakat miskin dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Dalam rangka mendukung upaya peningkatan produktivitas masyarakat miskin, maka upaya yang ditempuh dilakukan melalui pendayagunaan sistem prasarana dan sarana dasar pendukung kegiatan ekonomi masyarakat lokal. Dengan upaya ini diharapkan akan terbuka peluang bagi kegiatan produktif masyarakat miskin. Selain itu juga masyarakat miskin akan mendapat jaminan pelayanan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi dan budaya.
Sedangkan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, dilakukan berbagai upaya yang berkaitan dengan penyediaan, peningkatan dan pendayagunaan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman yang diperlukan. Melalui upaya ini diharapkan akan meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan prasarana dan sarana dasar yang selanjutnya diharapkan akan mampu mengurangi biaya yang diperlukan untuk mengakses pelayanan kebutuhan dasar tersebut. Dalam siklus ekonomi yang ideal maka upaya ini akan secara signifikan menurunkan tingkat pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasarnya di bidang prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukimannya.***
0 komentar:
Posting Komentar