Pinasti S Zuhri


PINASTI S ZUHRI, nama pena dari Syaifudin Zuhri lahir di Palembang, 20 November 1979. Putra pertama dari lima bersaudara, pasangan Masnun dan M. Rasyad ini mulai menulis puisi ketika duduk di bangku kelas dua, SMP Negeri 29 Palembang. Pernah aktif di Teater Sansekerta SMA Pusri yang diasuh oleh Sastrawan Palembang, Jajang R Kawentar. Di sini awal mula penulis mengenal dunia kesenian dan belajar sastra. Menulis puisi dan cerpen di surat kabar Sriwijaya Post, Sumatera Express, Monica dan Berita Pagi.

Buku kumpulan puisi pertamanya berjudul “Purnama di Jembatan Ampera” diterbitkan Juni, 2006 oleh Akademi Sastra Palembang (ASAP). Penulis pernah ikut dalam pentas musikalisasi puisi baik di luar maupun di dalam kota bersama Teater Sansekerta dan Sanggar Air Seni Palembang, Bujang Gayau bersama KOBAR 9, pun termasuk pementasan musikalisasi puisi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam rangka launcing antologi puisi Rapanie Igama. Bersama Aliansi Pekerja Kebudayaan (APEK), penulis turut membidani launcing Novel Juara, T. Wijaya. Pernah menjadi salah satu utusan Palembang dalam Festival Cipta dan Baca Puisi Sriwijaya Ekspo 2006. Pada tahun 2005, penulis mendirikan Teater Mesin dan juga mengasuh Komunitas Belajar Sastra di SMK Teknologi Nasional Palembang. Di tahun yang sama, penulis bersama Jajang R Kawentar dan Anton Bae membentuk sekolah belajar sastra non formal, yang diberi nama Akademi Sastra Palembang (ASAP). Bersama Koko P. Bhairawa dan Rendi Fadillah serta rekan-rekan penulis mendirikan komunitas riakmusi-palembang, puisinya tergabung dalam Medan Puisi (LabSas, 2007).


Di Mana Aku Hidup?


Kemarin fotomu seperti iklan makanan ringan

Merekat di dinding kayu rumah kami

Lusuh dalam dompet agar tak lupa wajahmu


Terpaksa aku wajib percaya

Walau satu bertambah dua jadi pengurang

Aku belajar berhitung tak ada yang terbagi

tak untung di badan, aku tetap berjalan kaki


Kita lupakan saja siapa nama

Hari ini sumpah bungkus gula-gula

Girangku mendengar sloganmu

Naik kereta kencana menuju jurang


Genderang kaleng beras

Bukan tanda perang dihaturkan

Sekedar mengingatkan aku tak dengar alasan

Kau cari sekarang siapa yang percaya padamu

Entahlah mengapa aku selalu berprasangka buruk

Pada tulisan-tulisan dalam iklan yang kau bentang


Pak aku mau mengadu kemarin mataku singgah

menonton bencana menegakkan ribuan tenda

Sampai bertemu terang dan gelap memejam mata

Ingin terbangun di teras istanamu


Aku bertemu orang baik wajahnya tergenang air mata

Tak sempat kutanya sakitnya

Mungkin kau lebih tahu tentang perahu kertas

Di tanah becek halaman rumah kita


Pak aku datang menemuimu mengajak menjadi binatang

Atau berdoa bersama agar dikutuk menjadi batu


Pak banyak-banyak baca koran, nonton televisi

Apakah kau orang suci yang baik hati

Lihat pak anak itu kehilangan tangan dan kaki

Ah ternyata kau telah tidur, mungkin capek mengang-

garkan dana

Kumatikan ya pak televisinya


Mari ikut aku berlayar mengarungi samudra

Terbang melintasi awan berlari memutari bumi

Kita cari diri kita pak sama-sama


Sebelum kita dibungkam nafas sendiri


Aku bukan orang baik-baik pak

Hanya saja sok menjadi orang baik-baik

Mungkin sepertimu

Palembang , Oktober 2007





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: