Indonesia di Urutan 54, Tingkat Daya Saing Global
7/28/2008 04:04:00 PM | Label: berita pilihan
JAKARTA : Peringkat Indonesia dalam daya saing global pada 2008 kembali turun, dan berada di urutan 54 dari 75 negara yang disurvei World Economic Forum. Pada 2006, posisi Indonesia masih berada pada peringkat 51.
“Liberalisasi perdagangan dan investasi telah merupakan tuntutan global sehingga negara berdaya saing rendah akan semakin tertinggal,” ujar Dr Dewi Fortuna Anwar, Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI dalam Seminar AmTeQ 2008 di Serpong, Selasa (22/7).
Di sisi lain, kata Dewi, masalah politik di dalam negeri bagi Indonesia, juga Filipina, ternyata sangat menentukan terhadap tingkat persaingan global. Hal itu terlihat dari peringkat Indonesia yang turun drastis saat memasuki krisis politik.
Kendati pada krisis ekonomi 1998 tingkat daya saing Indonesia sangat turun, namun, kata Dewi, beberapa tahun kemudian mulai menunjukkan perbaikan. “Pada 2000 , Indonesia sudah berada di urutan 44, namun 2001 anjlok di urutan 64, dan terus menurun di urutan 67 pada 2002, karena terjadi krisis politik saat itu,” ujarnya.
Sementara di lingkungan ASEAN, tingkat daya saing Indonesia saat ini juga masih dibawah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Bahkan, jika dibandingkan dari sisi jumlah penduduk, Indonesia juga berada di urutan terbawah dibandingkan RRC (rangking 34) dan India (rangking 48).
Menurut Dewi, rendahnya daya saing global dapat terlihat dari indikator produk-produk ekspor Indonesia kurang laku dijual di luar negeri, sementara pasar dalam negeri dikuasai produk-produk impor. Selain itu, Indonesia juga kurang diminati para investor. "Pertumbuhan ekonomi akan tersendat sehingga akan mengakibatkan krisis berkepanjangan," ujarnya. (Lea)
Sumber : http://www.technologyindonesia.com/news.php?page_mode=detail&id=1125
Read Users' Comments (0)Temu sastrawan Indonesia, Jambi 2008
7/28/2008 11:52:00 AM | Label: berita pilihan, gagasan
Oleh AFRION
BUNGA rampai Cerpen Indonesia bertajuk Senarai Batanghari memuat 13 judul cerpen diterbitkan dalam rangkaian pelaksanaan Temu Sastrawan Indonesia I, (7-11 Juli 2008) di Jambi. Disebutkan bahwa Senarai merupakan semacam kisah pendek yang dituturkan atau semacam bunga rampai yang berisi aneka kisah kehidupan. Sedangkan Batanghari merupakan nama sungai terpanjang di Jambi, dikiaskan bagai seekor naga dari selatan yang merepresentasikan kejayaan Melayu. Seekor naga yang menggeliat di tengah kemajuan peradaban, bergerak pelan dengan ketenangan airnya yang kuning kecoklatan.
Senarai Batanghari dengan berbagai sudut pandang yang menyoroti sisi baik dan sisi buruk dengan latar lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan lingkungan sosial. Mereduksi kembali latarbelakang kebudayaan, mengkritisi keberadaan alam dan nilai hidup manusia. Membuka wacana kesadaran berpikir dengan berbagai metafor kekinian termasuk persoalan yang sedang mengancam ekosistem makhluk hidup di bumi. Keberagaman tema dan pola ucap mengaktualisasikan persoalan kehidupan sehari-hari. Mulai dari Secangkir Kopi Penuh Dusta oleh Atik Sulistyowati sampai Serau oleh Yupnikal Saketi. Peristiwa yang mengesankan itu, mengandung makna manusia dalam konteks sebagai makhluk sosial memahami realitas alam, naturalisme alam, tanah, udara, dan air. Mahakam di Kalimantan Timur merupakan saksi kunci dalam cerpen Atik Sulistyowati (seperti halnya Batanghari di Jambi) yang menawarkan selaksa eksotika bumi penuh pesona, menghanyutkan kita untuk tak beranjak pulang. Kecuali kegelapan yang makin erat mengikat kita dalam lautan perasaan.
Sedangkan bunga rampai puisi Indonesia “Tanah Pilih” yang memuat 74 karya puisi dari Acep Syahril sampai Yvonne De fretes (sesuai abjad), melakukan penjelajahan yang memberikan tawaran-tawaran kreatif dan inovatif. Kreativitas penyair berekspresi lewat puisi-puisi naratif, ekspresif, imajis, dan liris, setidaknya telah mencatatkan namanya dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia dengan konteks lokalitas. Dra. Hj. Mualimah Radhiana M.Pd selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi sebagai pemrakarsa sekaligus penyandang dana penyelenggaraan acara Temu Sastrawan Indonesia, memandang perlunya keberagaman ekspresi sastrawan ini terwadahi. Salah satunya menerbitkan buku bunga rampai 13 cerpenis Indonesia bertajuk “Senarai Batanghari” dan 74 puisi dari sastrawan Indonesia bertajuk “Tanah Pilih”, serta mengundang 14 budayawan sebagai pemakalah.
Gagasan meningkatkan kunjungan wisata “Visit Jambi 2008” yang kini digalakkan oleh pemerintah provinsi Jambi cq Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi, lebih kepada penataan kota dan situs-situs sejarah. Selain melakukan penataan Candi Muara Jambi, melaksanakan even tingkat nasional, juga menerbitkan buku-buku sastra yang berkaitan dengan kota Jambi. Menelusuri objek wisata sungai Batanghari menuju Candi Muara Jambi, di atas “ketek” (sarana angkutan sungai) seakan berada di atas seekor naga besar yang gagah perkasa. Sungai Batanghari yang menggeliat di tengah kemajuan peradaban tanah Melayu, menyimpan situs sejarah sepanjang pinggiran sungai. Perjalanan yang mengesankan menghapus rasa penat dan kelelahan berpikir selama lebih dari 4 hari memperbincangkan pengambangan mutu sastra dengan segala permasalahannya di Indonesia dalam sesi diskusi yang dilakukan secara maraton dari mulai pagi hingga petang.
Berbagai persoalan sastra Indonesia diperdebatkan. Mulai dari pemetaan estetika sastra, orientasi kebebasan berekspresi, tradisi kritik sastra dalam masyarakat yang anti kritik, kebijakan penerbitan dan pembelajaran karya sastra Indonesia masa kini, dibicarakan dengan simpulan sederhana. Bersamaan itu pula dilakukan musyawarah sastrawan dengan agenda pembentukan sebuah lembaga yang memfokuskan aktivitasnya pada advokasi sastra. Rapat tim perumus advokasi sastra ini kemudian menetapkan terbentuknya Aliansi Sastra Indonesia dengan Surat Keputusan nomor 001/SK/JBI/VII/2008. Untuk merealisasikan pembentukan Aliansi Sastra Indonesia, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan dilaksanakan pertemuan khusus membahas kelengkapan statuta organisasi dan susunan kepengurusan.
Tim perumus advokasi sastra terdiri dari Acep Zamzam Noor, (Jawa Barat), Afrizal Malna (Yogyakarta), Joni Ariadinata (Solo), Ahmadun Yosi Herfanda, Kartini Nurdin (DKI Jakarta), Afrion (Sumut), Atik Sulistiowati (Kaltim), Fadillah (Sumbar), Firdaus (Jambi), Koko P Bhairawa (Sumsel), Wahyu Sunan Kalimati (Sulsel), Triyanto Triwikromo (Semarang), Tan Lio Ie (Bali), dan Bambang Widiatmoko (Jabodetabek). Pembentukan Aliansi Sastra Indonesia didasarkan pada makin banyaknya persoalan yang dihadapi sastrawan, khususnya dalam hal menciptakan ruang kebebasan berekspresi. Dengan terbentuknya lembaga ini diharapkan memiliki bargaining power dan bargaining position, yang menempatkan sastrawan sebagai mitra pemerintah, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Ketertindasan sastra yang selama ini dirasakan membelenggu kebebasan berekspresi, mulai dari rejim Orde Lama dengan demokrasi terpimpin di bawah komando Presiden Soekarno, yang memposisikan seni sebagai alat revolusi, lalu pada zaman rejim Orde Baru di bawah pemerintahan militer Presiden Soeharto pada awal 1970-an, yang lebih mementingkan politik pembangunan dan membatasi kebebasan berekspresi seniman.
Selanjutnya di era reformasi, pintu kebebasan berekspresi terbuka luas. Berkenaan dengan itu, pengembangan seni budaya untuk masa depan diarahkan membangun semangat kebangsaan, mewujudkan identitas keindonesiaan melalui akar tradisi sebagai jati diri bangsa berseni, berbudaya, bernurani dan bernalar. Nalar dalam berucap dan bertindak adalah aktivitas yang memungkinkan kita berpikir logis menjangkau keberadaan bumi dengan segala isi dan keterbatasannya. Pada intinya bumi sebagai pusat kehidupan mempengaruhi pola hidup dan pola pikir manusia. Pencarian makna dalam kehidupan, tidak hanya mengandung misteri yang terasa transendental, tapi juga begitu ritmis memasuki wilayah kedaulatan individu. Sebanyak 64 judul puisi Nur Hilmi Daulay berkisah tentang nalar manusia bertajuk Gemuruh; pada pemilik teduh, yang resmi diluncurkan bersamaan dengan acara panggung apresiasi sastra (9 Juli 2008) di taman Budaya Jambi. Buku ini merupakan gejolak diri dari seorang penulis wanita asal Medan. Ia datang ke Jambi dengan keberanian dan semangat memasuki wilayah kesastraan Indonesia.
Dengan kepekaan naluri dan cinta yang bergelora, baginya kehidupan sepanjang usia memahami setiap perubahan, menaklukan rintangan, merasakan nikmat karunia. Dari dunia kegelapan menuju cahaya senantiasa membawa diri mencapai impian, namun diri terkadang tidak mampu memaknai hukum sebab akibat yang terjadi. Ketika tubuh setiap kali meniupkan terompet kematian sebagai pertanda akhir hidup, roh dijemput malaikat pencabut nyawa, maka tubuh akan meninggalkan kenangan dan juga warisan. Sebaliknya kematian sebagai bentuk penyerahan diri kepada sang maha pencipta langit dan bumi, adalah bagian dari pertanggungjawaban. Sebuah warisan, tidak berarti karena adanya kematian. Warisan adalah sejarah yang akan hidup sepanjang masa.
Warisan ditinggalkan kepada kita tanpa surat wasiat, demikian Karlina Leksono Supelli mengutip ungkapan Rene Char Arendt penyair Perancis dalam bukunya Between Past and Future. Suatu keadaan yang memperlihatkan peradaban kebudayaan yang ditinggalkan dalam pertarungan menjaga warisan masa lalu di masa depan. Hal yang tak dapat dihindari setiap generasi, karena kehadirannya tidak mungkin menyangkal adanya kesinambungan sejarah. Maka bunga rampai Cerpen dan puisi Temu Sastrawan Indonesia I dari Senarai Batanghari, dan Tanah Pilih sampai Gemuruh; pada pemilik teduh diharapkan menjadi sebuah peninggalan warisan sejarah yang kelak menjadi cermin untuk melihat perkembangan kreatifitas masa lalu di masa depan.
Sumber : WASPADA, 27 Juli 2008
Kaum Muda, Asa, dan Perubahan
7/28/2008 11:49:00 AM | Label: berita pilihan, gagasan
Rama Pratama
Ketua Umum GEMA KEADILAN
Slogan “Harapan dan Perubahan” menjadi tema kampanye Barack Obama pada pemilihan presiden di AS. Dengan tema ini, Obama mampu membangkitkan histeria massa sehingga dukungan kepadanya begitu luar biasa.
Dukungan terhadap Obama tidak hanya datang dari warga AS yang menginginkan perubahan. Dukungan itu juga bergema di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan, di Indonesia ada perkumpulan tersendiri yang memberikan dukungan atas tampilnya Obama dalam pemilihan.
Apa yang terjadi pada fenomena Obama menunjukkan bahwa masyarakat AS begitu mengharapkan angin perubahan. Masyarakat AS sudah bosan dengan kebijakan yang telah menyeret anak-anak mereka ke ladang pembantaian di Irak dan Afghanistan. Mereka mulai bosan dengan kebijakan ekonomi negara yang membuat mereka harus antre mendapatkan kebutuhan sehari-hari akibat kebijakan Pemerintahan Bush yang mengonversi bahan pangan menjadi energi.
Kita menyaksikan demam Obama menggejala di mana-mana. Meski spirit Obama menggetarkan kaum muda Indonesia, itu belum cukup membawa mereka pada satu keberanian menantang pendahulunya dalam kompetisi kepemimpinan bangsa. Berbagai survei menunjukkan kaum muda belum tampil secara maksimal sehingga belum dapat diidentifikasi oleh masyarakat sebagai orang yang layak untuk memimpin bangsa.
Kongres Majelis Pemuda Indonesia sebagai acara pemanasan menuju Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang digelar di Riau 22-24 Juli 2008 diharapkan menelurkan formulasi bagi tampilnya kaum muda pada level kepemimpinan nasional. Bagaimana pun, KNPI sebagai wadah berhimpun berbagai organisasi massa kepemudaan memiliki potensi dan sekaligus tanggung jawab yang besar untuk melahirkan kepemimpinan nasional yang berasal dari kaum muda.
Modal sejarah
Tahun ini tepat 80 tahun kaum muda Indonesia merayakan peristiwa bersejarah mengenai kesadaran akan pentingnya berhimpun dalam satu bangsa, satu nusa, dan satu bahasa, yang bernama Indonesia. Kesadaran ini lahir sebagai antitesis politik Belanda yang memecah-belah sebuah bangsa besar yang hidup di Nusantara. Dengan mengikrarkan sumpah pemuda, sesungguhnya pemuda saat itu menunjukkan kapasitas dan kesiapannya untuk menjadi pemimpin bangsa.
Gagasan sumpah pemuda merupakan narasi besar yang mendorong manusia di Nusantara terbawa arus perubahan yang tak terbendung. Orang-orang yang hidup dengan berbagai bahasa dengan kesadarannya belajar dan mau menggunakan bahasa Indonesia. Narasi besar kaum muda tidak berhenti di situ. Mereka juga mewujudkannya dalam satu langkah besar, yakni deklarasi Indonesia merdeka.
Sejarah mencatat jika pemuda tidak mendesak Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mungkin sampai saat ini Indonesia masih terjajah. Indonesia merdeka adalah narasi besar yang hinggap di seluruh sanubari rakyat Indonesia sehingga mereka rela berkorban untuk Indonesia merdeka.
Peran pemuda Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, tidak terbantahkan lagi. Jejak sejarah kaum muda pascakemerdekaan dapat kita lihat misalnya ketika Sudirman menjadi jenderal pertama dan sekaligus panglima di republik ini dalam usia masih sangat muda. Sudirman adalah kaum muda yang telah memimpin pergerakan Indonesia melawan Belanda dengan keberanian, kecerdasan, dan keikhlasan yang luar biasa sehingga pantas jika namanya begitu melegenda.
Dengan prestasi kaum muda Indonesia ini, tidak berlebihan jika Ben Anderson, pengamat politik Indonesia, meyakini sejarah Indonesia adalah sejarah pergerakan kaum muda. Dalam setiap fase sejarah, kepemimpinan kaum muda adalah motor penggerak perubahan zaman. Ben Anderson mengatakan, “Akhirnya saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya memang ditentukan oleh kesadaran pemuda ini.” Apa yang telah disimpulkan oleh Ben Anderson sedianya cukup bagi kaum muda untuk berani bergerak ke tengah dan berkompetisi merebut kepemimpinan bangsa. Kaum muda memiliki modal sejarah yang sangat besar bagi kelahiran dan pembangunan bangsa.
Sudah tiba masanya kaum muda tidak hanya berhenti menjadi saksi perebutan kursi yang dilakukan kaum tua. Bukan lagi waktunya kaum muda hanya bertindak sebagai operator dari generasi yang terbukti gagal, kemudian berusaha merebut kekuasaan kembali. Tetapi, harus mampu melahirkan generasi kepemimpinan baru yang lebih mampu memberi harapan dan perubahan. Itu tidak lain ada di tangan kaum muda Indonesia.
Harapan Indonesia
Media massa secara lengkap telah menceritakan berbagai derita anak bangsa serta paradoks yang muncul. Misalnya, di saat negara surplus beras dan merasa perlu untuk ekspor, pada saat yang sama sebagian rakyatnya justru sedang berjuang melawan lapar. Tak terbayangkan bagaimana ketika negara begitu gencar melakukan kampanye antikorupsi, pelaku korupsi justru aparatnya sendiri.
Berbagai paradoks itu muncul karena perilaku lama yang tidak sesuai dengan semangat baru masih memiliki kuasa atas kepemimpinan di negeri ini. Meski banyak bukti sejarah menunjukkan peran pemuda meraih kejayaan bangsa, sepertinya sederetan bukti itu tidak cukup bagi elite lama menempatkan pemuda sebagai human capital bagi negeri ini.
“Setiap massa ada orangnya”, begitu pepatah Arab mengatakan. Ketika bangsa ini terpuruk oleh beragam citra negatif di dunia internasional, seperti citra pelanggar HAM, negara terkorup, negara dengan tingkat daya saing rendah, dan berbagai citra negatif lainnya, kaum mudalah yang dapat diandalkan mengklarifikasi semua citra negatif itu dengan prestasinya. Kaum muda berkali-kali diharapkan melakukan perubahan dan menjaga eksistensi citra baik Indonesia.
Kita menyaksikan seorang anak penjual rokok kaki lima di Bekasi, misalnya, telah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional dengan menjadi juara catur dunia tahun 2007 di Yunani. Beberapa siswa terbaik kita juga menjadi juara olimpiade fisika.Olahraga juga lebih hebat dengan hadirnya beberapa atlet muda berbakat yang menjuarai beberapa cabang. Sedianya semua itu menjadi inspirasi untuk dapat memberikan peran kepemimpinan yang lebih besar bagi kaum muda.
Yang muda yang berkuasa
Bergulirnya reformasi telah mengubah banyak hal dalam kehidupan. Perubahan itu hendaknya mendorong kaum muda untuk dinamis dan cerdas membaca realitas zaman. Tentu tidak mungkin menggunakan paradigma lama untuk menyelesaikan persoalan hari ini. Sebagaimana dikatakan oleh Peter Drucker, seorang ahli manajemen modern, masalah terbesar dalam menghadapi krisis bukan terletak pada krisis itu sendiri. Masalah terbesar adalah ketika kita menyelesaikan krisis hari ini dengan logika masa lalu.
Kaum muda Indonesia perlu berkaca pada keberanian John Tyler Hammons, ketika ia datang ke tengah masyarakatnya dan menawarkan diri untuk memimpin mereka. John mahasiswa 19 tahun di Universitas Oklahoma yang terpilih sebagai wali kota Muskogee, wilayah di sebelah timur laut negara bagian Oklahoma, AS. Dari seluruh suara di daerah yang telah dihitung, John Tyler memenangi 70 persen suara dan mengalahkan calon lain yang berusia lebih tua darinya.
Semoga kita (kaum muda) memiliki keberanian menawarkan solusi bagi bangsa dengan merebut kepemimpinan hari ini, sebagaimana ditunjukkan oleh John Tyler.
Ikhtisar:
- Sejarah membuktikan peran kaum muda sangat besar.
- Kaum muda bisa memberi angin segar bagi kemajuan bangsa.
Menjaga Aset Intelektual Bangsa
7/28/2008 11:44:00 AM | Label: berita pilihan, gagasan
Yasmi Adriansyah
Diplomat Indonesia di Jenewa, Alumnus Oxford University
Sebut saja namanya Handoyo. Ia adalah warga Indonesia yang pada 2005 lalu bersamaan dengan penulis menuntut ilmu di Oxford University, Inggris. Dalam usia muda, 25 tahun, ia belajar pada tingkat doktoral departemen fisika. Mengagumkan. Lebih mengagumkan lagi, pada masa sekolah menengah atas ia pernah mengharumkan nama Indonesia dengan menjadi pemenang pada olimpiade fisika internasional. Jadi, kalau dalam usia muda ia telah menempuh studi pada jurusan bergengsi di salah satu universitas tertua dunia tersebut, semuanya adalah rangkaian prestasi yang layak membanggakan negeri.
Namun, ketika ditanya rencana ke depan pascastudi doktoral di Oxford University, ia menjawab akan mencari kerja di luar negeri, baik sebagai peneliti, pengajar, maupun berkiprah di perusahaan multinasional. Ia tidak merencanakan untuk kembali ke Tanah Air. Paling tidak, kembali ke Indonesia bukanlah prioritas bagi dirinya.
Kontradiksi
Fenomena Handoyo hanyalah sedikit contoh kepergian sumber daya intelektual Indonesia ke belahan bumi yang lain (brain drain). Prestasi Handoyo dalam bidang akademis tentu membanggakan. Di sisi lain, keputusannya untuk tidak kembali ke Indonesia merupakan kehilangan yang tidak kecil bagi negeri kita. Sebuah kontradiksi yang menyedihkan.
Indonesia sejatinya merupakan salah satu negara produsen intelektual muda yang brilian. Prestasi baru-baru ini yang membanggakan adalah kemenangan Tim ITB pada Imagine Cup di Berlin, Jerman, dan perolehan lima medali emas siswa SD Indonesia pada Elementary Contest for Math di Hong Kong. Kemenangan tersebut bak oase sejuk di tengah panasnya gunjang-ganjing Tanah Air yang tidak selalu indah. Kemenangan mahasiswa ITB dan siswa SD Indonesia menambah deretan prestasi putra-putri bangsa pada tingkat internasional.
Di sisi lain, penyikapan kita sebaiknya tidak berhenti pada sikap berbangga hati. Sikap terpenting adalah jangan sampai prestasi tersebut hilang karena tidak dihargai. Jika itu yang terjadi, besar kemungkinan Handoyo-Handoyo lain akan terus mengikuti. Para peraih prestasi pun selayaknya tidak menunggu diberikan penghargaan dan pekerjaan layak. Mereka justru dituntut selalu inventif dan inovatif, meneruskan keilmuan sekaligus menciptakan produk yang dapat memberikan nilai tambah secara ekonomis. Mereka diharapkan mampu menjaga aset kecerdasannya dan memberi nilai tambah pada kesejahteraan masyarakat.
Menjaga aset intelektual
Belajar dari pengalaman negara-negara maju, salah satu cara mereka dalam menjaga aset kecerdasan dan memberi nilai ekonomis atas aset adalah melalui perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI), khususnya melalui sistem paten jika terkait teknologi atau kekayaan intelektual industri. Jika ditilik dari catatan lima tahun terakhir dari statistik aplikasi paten internasional, mayoritas negara yang selalu mencatatkan nilai tertinggi adalah negara maju (WIPO, 2008. International Patent System, Developments and Performance in 2007). Karena itulah lazim kita dengar bahwa negara maju identik dengan negara yang memiliki dan menguasai industri bermuatan teknologi.
Jika merujuk pada referensi tersebut maka cara pertama bagi putra-putri Indonesia dalam menjaga aset intelektual adalah melalui proses penemuan dan inovasi berkelanjutan dan kemudian mendaftarkan temuan atau inovasinya ke dalam sistem paten. Dengan terdaftarnya temuan atau inovasi tersebut ke dalam sistem paten, ada perlindungan atas suatu temuan inventif atau inovatif sehingga tercipta sebuah pengakuan dan penghargaan.
Melalui sistem paten, sebuah temuan atau inovasi produk teknologi diharuskan mempunyai manfaat terapan pada industri. Dengan persyaratan ini, sebuah temuan atau inovasi yang telah dipatenkan selayaknya mempunyai nilai ekonomis, paling tidak bagi penemunya dan industri yang menggunakannya. Sebagai konsekuensi logis, jika di suatu negara terdapat banyak penemu dan atau inovator, bisa dibayangkan kontribusi mereka terhadap pertumbuhan eksponensial perekonomian negaranya.
Pertanyaan selanjutnya, apakah memungkinkan putra-putri Indonesia mampu bersaing secara internasional dengan negara maju melalui sistem paten? Apalagi kompetensi negara maju, baik dari sisi teknologi, sumber daya manusia maupun fasilitasi aktivitas penelitian, jauh melampaui kapasitas negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Asumsi di atas di satu sisi memang tidak salah, tetapi bisa dikatakan tidak sepenuhnya benar. Salah satu negasi yang konkret adalah fenomena Korea Selatan. Sekitar 40 tahun lalu, negara itu masih parah, bahkan bisa disejajarkan dengan kondisi perekonomian mayoritas negara Afrika saat ini. Namun, Korsel kini telah memasuki kondisi perekonomian yang bahkan sudah bisa disetarakan dengan negara maju. Salah satu bukti majunya Korsel adalah tingginya kuantitas aplikasi paten internasional. Dalam lima tahun terakhir ini aplikasi paten internasional Korsel berada dalam kisaran lima tertinggi di dunia, bersama-sama AS, Jepang, dan Jerman. (WIPO, 2008. Ibid).
Hal lain yang dapat dimanfaatkan negara berkembang dari sistem paten internasional adalah adanya skema ‘fleksibilitas’. Melalui skema ini, baik yang dimuat di dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property maupun Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), standar perlindungan paten dapat disesuaikan dengan tingkat pembangunan masing-masing negara.
Berdasarkan hal tersebut, negara seperti Indonesia sejatinya juga mempunyai kesempatan yang sama. Jika putra-putri kita mampu bersaing dalam ajang kompetisi ilmiah antarbangsa, adalah logis jika mereka juga mampu bersaing dalam sistem paten internasional.Berangkat dari keyakinan di atas maka sudah selayaknya terus dipikirkan untuk selalu menjaga dan meningkatkan kualitas aset intelektual bangsa melalui sistem perlindungan HKI, khususnya paten. Ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan.
Pertama, proses penelitian teknologi di universitas atau sekolah-sekolah tinggi harus lebih intensif diarahkan ke dalam sistem paten. Dalam konteks tersebut, dunia pendidikan tinggi perlu lebih menyeimbangkan pendidikan HKI dari pendekatan hukum kepada pendekatan teknologi. Berdasarkan sejumlah kajian, pendidikan HKI di banyak negara berkembang lebih ditekankan pada aspek proteksi (hukum) dan kurang memerhatikan dimensi penemuan atau inovasi teknologi. Kini merupakan keniscayaan bagi subjek HKI untuk diajarkan di institut-institut teknologi atau di bawah fakultas-fakultas teknik agar lebih tercipta keseimbangan yang bermanfaat.
Kedua, dunia industri memainkan peranan sangat penting selaku pihak yang kelak akan mengeksploitasi produk-produk yang telah dipatenkan. Oleh karena itu kerja sama antara dunia industri dan civitas akademika merupakan sebuah potensi yang perlu lebih didayagunakan. Kerja sama bisa dimulai dari pembiayaan penelitian yang dianggap prospektif sampai dengan proses negosiasi pemberian lisensi yang bernilai ekonomis. Terakhir, peranan pemerintah selaku regulator dan fasilitator merupakan subjek penting yang harus terus dijaga kinerjanya.
Selain berperan sebagai pihak yang berwenang memberikan hak atas kekayaan intelektual, pemerintah perlu lebih memberikan perhatian pada komunitas civitas akademika yang kerap menjerit akibat minimnya alokasi anggaran pengembangan riset dan teknologi.Peranan yang tak kalah penting dari pemerintah adalah untuk tidak pernah lelah memberikan kesadaran dan keyakinan bagi masyarakat bahwa sesungguhnya Indonesia mempunyai potensi keilmuan dan teknologi yang tidak kecil. Dalam konteks tersebut, intelektual-intelektual muda kita sudah membuktikannya. Jika ketiga unsur utama tadi, yaitu universitas, dunia industri, dan pemerintah, mampu terus bersinergi, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi negara maju dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Sumber : Republika, 25 - Juli - 2008
15 Menit Untuk 15 Lembar
7/28/2008 09:21:00 AM | Label: gagasan
Oleh : R. Panji Bhairawa
Menyisihkan waktu 15 menit mungkin setiap orang mampu untuk melaksanakan, tetapi 15 menit untuk membaca buku mungkin saja berat untuk dilaksanakan. Paling tidak itulah yang dilakukan oleh salah seorang salah seorang pimpinan di sebuah perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Saya ingat betul akan penuturan dan kemampuan beliau menganalisa setiap permasalahan yang ada. Disela-sela waktu, saya dan beliau menyempatkan berdialog tentang kebiasaan sehari-hari.
Sosok pimpinan itu, ternyata selalu mengambil waktu 15 menit setelah mandi sore untuk membaca buku. Kenapa setelah mandi? karena menurut beliau seusai mandi badan terasa enak dan kondisi seperti itu sangat cocok untuk membaca. Bukan hanya itu, suasana ketika membacapun tidak boleh ada gangguan baik dari suara televisi, ataupun ponsel. Untuk menambah suasana lebih nyamana, tak jarang ruang kamar tempat membaca disemprotkan pengharum ruangan. Nah, alhasil dalam waktu 1 bulan beliau bisa membaca 1-2 buku yang tebalnya lebih dari 150-200 halaman.
Lalu saya terdiam dan berfikir sejenak, alangkah indahnya jika setiap orang di negeri ini bisa hidup dan menbiasakan diri melakukan kegiatan semacam itu. Terlebih kita yang masih tergolong muda. Mungkin saja republik bernama Indonesia, tidak akan lagi miskin pengetahuan dan intelektual.Sehingga mampu keluar dari setiap permasalahan yang menimpa.
Begitu juga dengan pemerintah yang tidak perlu gusar melihat data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (2003)tentang gambaran minat baca bangsa Indonesia. Berdasarkan data tersebut, terlihat jelas bahwa penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun yang membaca koran hanya 55,11%. Sementara yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22%, buku cerita 16,72%, buku pelajaran sekolah 44,28%, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07%.
Data BPS lainnya juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia belum menjadikan baca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton televisi dan atau mendengarkan radio. Malahan kecenderungan cara mendapatkan informasi lewat membaca stagnan sejak 1993. Hanya naik sekitar 0,2%. Jumlah itu jauh jika dibandingkan dengan menonton televisi yang kenaikan persentasenya mencapai 21,1%.
Data pada 2006 menunjukkan bahwa orang Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5% dari total penduduk. Sementara itu, mendapatkan informasi dengan menonton televisi sebanyak 85,9% dan mendengarkan radio sebesar 40,3%.
Dan, jika kita mau lebih dalam memahami esensi membaca, kita bisa melihat sebuah kisah di buku suci yang menyebutkan bahwa semesta berawal dari ’’kata’’ yang menjadi pengetahuan. Barangkali karena semesta berawal dari ’’kata’’ inilah maka perintah bagi manusia adalah ’’bacalah!’’. Kenapa ’’bacalah’’? Karena segala yang mesti dibaca tak mampu membacakan dirinya sendiri tanpa ada niat dari manusia untuk membacanya. Dengan membacakan, maka apa yang sejatinya tak terbaca itu terbantu untuk hadir sebagai makna. Maka, lelaku manusia di dunia ini sejatinya adalah sebuah lelaku membaca...membaca apa saja yang ditatapnya. Hanya dengan membaca manusia ada. (*)
Singgalang, Minggu 27 Juli 2008
Read Users' Comments (2)
Paradigma Penanggulangan Kemiskinan
7/22/2008 08:25:00 AM | Label: gagasan
KEMISKINAN merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi juga sosial, budaya, politik bahkan juga ideologi. Secara umum kondisi kemiskinan tersebut ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya.
Karena sifat kemiskinan yang multi dimensi tersebut, maka kemiskinan telah menyebabkan akibat yang juga beragam dalam kehidupan nyata, antara lain: secara sosial ekonomi dapat menjadi beban masyarakat. Akibatnya akan muncul rendahnya kualitas dan produktivitas masyarakat, rendahnya partisipasi masyarakat, menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang.
Semua indikasi tersebut merupakan kondisi yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.Dengan memperhatikan persoalan kemiskinan serta skala kemiskinan yang ada, beban dan tantangan penanggulangan yang ada adalah sangat besar. Berdasarkan laporan Bank Dunia saat ini lebih dari 110 juta jiwa penduduk Indonesia tergolong miskin, karena masih hidup dengan penghasilan dibawah dua dollar AS atau setara dengan Rp. 18.310,- per hari.
Pihak UNDP Indonesia pun mencatat, pada 2006 jumlah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 17,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Angka ini meningkat dari 15,97 persen pada 2005. Selain itu, 52 persen masyarakat miskin tidak memiliki akses ke air yang aman dan 44 persen tidak memiliki sanitasi yang layak. Pendaftaran kotor untuk masuk sekolah menengah pertama sebanyak 81 persen. Artinya, sebanyak 19 persen tidak melanjutkan sekolah. (Tajuk Rencana Suara Pembaruan 13 Desember 2007)
Persoalan kemiskinan tidak hanya menjadi masalah negara, tetapi merupakan persoalan kita semua, baik pemerintah, swasta/dunia usaha maupun masyarakat. Untuk menangani semua persoalan kemiskinan tersebut, kemampuan pemerintah relatif sangat terbatas. Oleh karenanya masalah penanggulangan kemiskinan perlu diselesaian secara bersama-sama antara pemerintah, dunia usaha para pelaku ekonomi maupun masyarakat pada umumnya.
Profil Kemiskinan
Berbagai program pembangunan yang didasari pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik sosial demografi dan dimensi ekonomi penduduk miskin dapat membantu perencanaan, pelaksanaan, dan hasil target yang baik. Karena, salah satu prasyarat keberhasilan program-program pembangunan sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan target area. Dalam program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya tergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya si miskin tersebut dan di mana si miskin itu berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil kemiskinan.
Profil kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik karakteristik ekonominya seperti sumber pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain. Juga perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga, cara memperoleh air bersih dan sebagainya.
Sebagai contoh, permasalahan yang dihadapi penduduk miskin dari segmen petani gurem bisa berakar dari asetnya yang justru terlalu kecil, atau dari persoalan alam dan infrastruktur dalam bentuk irigasi yang tidak mendukung, dan sebagainya.
Akar permasalahan pengrajin kecil, pengangguran, buruh musiman, dan sebagainya bisa berbeda. Jika permasalahan yang membuat mereka sulit keluar dari kemiskinan itu dapat diidentifikasi dengan baik, maka program yang tepat akan dapat dirumuskan. Akar permasalahan seperti itu, entah itu berasal dari orangnya, masalah infrastruktur/struktural atau masalah ketrampilan, dan sebagainya, mestinya tersaji dalam profil kemiskinan di perdesaan. Namun demikian, dengan melihat perbedaan karakteristik-karakteristik rumah tangga miskin dan membandingkannya dengan rumah tangga tidak miskin, beberapa catatan mengenai persoalan kemiskinan dapat diungkap.
Pengalaman penanggulangan kemiskinan pada masa lalu telah memperlihatkan berbagai kelemahan. Diantaranya masih berorientasi kepada pertumbuhan makro tanpa memperhatikan aspek pemerataan. Kebijakan yang bersifat sentralistik, lebih bersifat karikatif dari pada transformatif. Memposisikan masyarakat sebagai obyek daripada subyek. Orientasi penanggulangan kemiskinan yang cenderung karikatif dan sesaat daripada produktivitas yang berkelanjutan, serta cara pandang dan solusi yang bersifat generik terhadap permasalahan kemiskinan yang ada tanpa memperhatikan kemajemukan yang ada. Karena begitu beragam sifat tantangan yang ada, maka penanganan persoalan kemiskinan harus menyentuh dasar sumber dan akar persoalan yang sesungguhnya, baik langsung maupun tak langsung.
Tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan di bidang permukiman dan prasarana wilayah pada saat ini tidaklah sederhana. Hal ini disebabkan karena penyelesaian kemiskinan harus mencakup berbagai aspek dan dimensi pengelolaan seluruh sektor pembangunan. Dalam mengatasi kemiskinan diperlukan aktualisasi tata pemerintahan yang baik (good governance), penyelenggaraan pembangunan yang terdesentralisasi dalam kerangka otonomi daerah, serta orientasi pembangunan yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin.
Berdasarkan pengalaman masa lalu dan tantangan yang dihadapi pada saat ini, maka diperlukan re-orientasi kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kondisi kemiskinan yang beragam sifatnya. Untuk itu perlu dirumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan bidang permukiman dan prasarana wilayah secara komprehensif, terpadu, terkoordinasi untuk mewujudkan sinergi antar kebijakan dan program pemerintah maupun antar pelaku lainnya baik di pusat dan daerah bersama-sama dengan masyarakat pada umumnya, swasta, serta kelompok masyarakat lokal.
Kebijakan pembangunan wilayah diarahkan untuk, pertama kebijakan penanggulangan kemiskinan yang diarahkan dalam upaya peningkatan produktivitas untuk meningkatkan pendapatan dan pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya;
Kedua kebijakan peningkatan pembangunan daerah melalui otonomi daerah dan pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan prasarana perkotaan maupun perdesaan, penataan ruang, pembangunan sarana dan prasarana permukiman terutama untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah;
Ketiga kebijakan pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana pendukung pembangunan ekonomi terutama di bidang sumber daya air dan jalan diarahkan untuk mendukung peningkatan pelayanan sarana dan prasarana serta efisiensi melalui rehabilitasi berbagai prasarana dan sarana untuk mempertahankan fungsi pelayanan, dan membangun prasarana dan sarana di daerah yang memiliki kesenjangan pelayanan paling tinggi namun memiliki potensi perekonomian, dan di daerah perbatasan, serta reformasi kebijakan melalui penyempurnaan berbagai peraturan perundangan dan kelembagaan dalam rangka meningkatkan partisipasi swasta, meningkatkan aksesibilitas prasarana dan sarana dalam menggerakkan perekonomian rakyat serta meningkatkan keterpaduan sistem transportasi;
Keempat kebijakan peningkatan penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan diarahkan pada upaya penegakan hukum khususnya dalam hal konversi lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukannya, menyiapkan rencana tata ruang kawasan-kawasan strategis dan bersifat nasional, mengendalikan pemanfaatan ruang di daerah konservasi seperti hutan lindung, daerah aliran sungai dan pesisir, menyiapkan rencana tata ruang pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil serta mengelola DAS secara terintegrasi dalam satu kesatuan sistem Daerah Aliran Sungai.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari pemerintah maka kebijakan penanggulangan kemiskinan di bidang ini diarahkan untuk mendukung kebijakan nasional guna meningkatkan produktivitas masyarakat miskin dan mengurangi biaya pengeluaran masyarakat miskin dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Dalam rangka mendukung upaya peningkatan produktivitas masyarakat miskin, maka upaya yang ditempuh dilakukan melalui pendayagunaan sistem prasarana dan sarana dasar pendukung kegiatan ekonomi masyarakat lokal. Dengan upaya ini diharapkan akan terbuka peluang bagi kegiatan produktif masyarakat miskin. Selain itu juga masyarakat miskin akan mendapat jaminan pelayanan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi dan budaya.
Sedangkan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, dilakukan berbagai upaya yang berkaitan dengan penyediaan, peningkatan dan pendayagunaan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman yang diperlukan. Melalui upaya ini diharapkan akan meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan prasarana dan sarana dasar yang selanjutnya diharapkan akan mampu mengurangi biaya yang diperlukan untuk mengakses pelayanan kebutuhan dasar tersebut. Dalam siklus ekonomi yang ideal maka upaya ini akan secara signifikan menurunkan tingkat pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasarnya di bidang prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukimannya.***
Read Users' Comments (0)Puisi Koko P Bhairawa (TSI 1 2008)
7/22/2008 08:23:00 AM | Label: Puisi
Tolong Ceritakan Padaku (lagi)
: unt. Dimas Arika Mihardja
tolong ceritakan padaku (lagi),
kisah tak lelahnya batanghari
menemani remahremah kata dari
tiap sajakmu yang menjejak seusia hidupku
atau kisah tongkang dipinang ayunan gelombang
sebelum kandas oleh putar musim berulang
tak ayal 'ku pun dipaksa berderet antara mesin bermotor
dan orangorang beraroma minyak
tolong ceritakan padaku (lagi),
apakah sungai masih memanen riak sajak
setelah kau dan aku menikmati elok tubuhnya
diamdiam aku terlelap (bermohon)
putri berselendang panjang menjemput (nanti)
di dermaga muaro jambi
tolong ceritakan padaku (lagi),
tentang rakitrakit menjelma rumah
dimana para perempuan setelah telanjang hadir
ditiap pesta bulan di hulu sungai itu
atau kisah bujang kulup bermain gemercik
mimpimimpi setelah dongeng bumi tanah pilih ditutur
- nah, bertumpuk sudah semua,
jadi tolong ceritakan padaku (lagi) -
Grand Hotel (TSI Jambi), 11 Juli 2008
Sebelum Matahari Terbit
: unt. jiwa yang me-rela
tumbuh di tiap jengkal tanah dan gemercik
berintegral dengan peluh
hadir mematri
mencitra kisah ladang hingga binar kota
nanti pada suatu ketika wewangian turun
untuk tiap jiwa yang me-rela- itu
TSI Jambi, 10 Juli 2008
Di Pagi Minggu,
Tiga Puluh Menit Sebelum Take Off
: unt. Alifia Narasita Sibly
jika aku kembali bukan karena cinta,
pasti ada dari organ ini tak rela biarkan
kau sendiri meratapi ringkik batang hari
dengan mata terbuka mencari hulu
dan menelusuri jauh hingga hilir sungai
– (lagi) kau senyap menatap
jika aku kembali bukan untuk cinta,
tetap ingin kupastikan
kau tak mengulang kisah pelarian kemarin
diantara peluh sore dan aroma bensin
kutemukan cemas meradang di wajah
– (lagi) kau senyap memandang
jika aku kembali,
kembali 'ku tidak juga demi cinta
tetapi dongeng yang pernah kau rentas
dari mimpi sepotong malam
di kaki gunung dataran tanah jawa
lebih merangsangku mengobrak abrik
wacana kegelisahanmu
“kau dan aku terlahir dari proses panjang
bernama persetubuhan, tapi (tetap) beda dan
se-beda-nya tak ada alasan diam
menunggu dijemput kisah”
jika aku kembali,
adalah cinta bukan jawaban
serupa pagi kehilangan embun
lantaran tak ada rekam jejak malam (berdua)
“disini setumpuk nanas goreng
kita kunyah pada bibir (sama)”
BU. Sultan Thaha, 13 Juli 2008
Read Users' Comments (0)Liburan Jogya dan Sekitarnya
7/22/2008 07:39:00 AM | Label: jalan-jalan
Koko, Chichi, Istrinya pak Yan, dan Aya' di depan Borobudur.
(Nb: kalo di Borobudur, selain membayar karcis untuk bea masuk,..untuk yang ingin foto-foto dan membawa kamera sendiri tidak gratis lho,..kita mesti membayar 1000 rupiah..Wah ternyata tidak ada yang gratis di negeri ini,...)
(Nb: di sisi sebelah kanan foto terlihat sedang dilakukan pemugaran alias menyusunan kembali batu-batu candi yang hancur dan jatuh akibat gempa 27 Mei 2006. Kerusakan Candi Prambanan dapat dilihat disini
WANTED: GOKILDAD
7/21/2008 03:10:00 PM | Label: call for paper, info buku, publikasi buku
Apakah Anda seorang pria?
Apakah Anda telah menikah?
Apakah Anda telah menjadi seorang ayah?
Jangan ke mana-mana!
Mungkin Anda-lah yang kami buru!
Apakah Anda punya pengalaman ngocol sebagai seorang ayah?
Apakah Anda punya daya humor dan gokil yang over dosis?
Apakah Anda bisa menuliskannya dengan narsis?
Jangan ke mana-mana!
Anda-lah yang kami buru!
Kami sedang mencari-cari soulmate
untuk buku bestseller kami: GokilMom
Tanpa bermacam-macam teori, cukup baca buku ini
lalu bertuturlah "seperti itu" dari sisi seorang ayah.
Maka, jangan ke mana-mana!
Tulis dan segera kirimkan naskah Anda ke:
Gradien Mediatama
gradienmediatama@gmail.com
Kirim Naskah ke GagasMedia
7/21/2008 03:09:00 PM | Label: call for paper, info buku, Pesta Buku
Syarat untuk mengirimkan naskah ke GagasMedia:
- Untuk naskah fiksi, harus berbentuk utuh—bukan ide dasar atau outline, disertai sinopsis. Kirimkan dalam bentuk hard-copy (di-print) dan dijilid rapi. Tidak perlu menyertakan soft-copy dalam bentuk CD atau disket. Panjang halaman antara 70-150 hlm, font Times New Roman 12, spasi 1, A4 by default. Kirim atau boleh diantar langsung ke: Redaksi GagasMedia Jl. H. Montong no.57 Ciganjur Jagakarsa Jakarta Selatan 12630.
- Untuk naskah non fiksi, boleh berbentuk outline, ide dasar, ataupun proposal buku. Naskah dapat dikirimkan via e-mail ke redaksi@gagasmedia.netThis e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it atau ke alamat redaksi di atas. Bila naskahmu menarik, redaksi akan menghubungimu untuk pembahasan lebih lanjut.
Eits, sebelum mengirim naskah, jangan lupa isi biodata kamu disini*
Read Users' Comments (0)Sastrawan Sepakat Bentuk Aliansi
7/18/2008 11:04:00 AM | Label: berita pilihan
JAMBI (Lampost): Sastrawan se-Indonesia sepakat membentuk Aliansi Sastra Indonesia (ASI) untuk mengadvokasi hak cipta dan pembelaan sastrawan. Selain beranggotakan penyair, cerpenis, novelis, esai, dan penulis naskah drama, ASI juga melibatkan praktisi ahli di bidang advokasi.
Pembentukan lembaga tersebut disepakati dalam Temu Sastrawan Indonesia (TSI) 1 di Jambi, kemarin (9-7) yang menjadi salah satu agenda TSI. Menurut ketua pelaksana TSI Sudaryono, wadah tersebut diharapkan mendorong penguatan posisi sastrawan di tengah ekologi sastra Indonesia yang tidak sehat. "Sastrawan, kritikus, penerbit, media, dan masyarakat perlu memiliki kemandirian. Ini penting untuk mengadvokasi sastrawan yang diintimidasi, dipecat kepegawaiannya atau mengalami pengekangan kreativitasnya," ujar Sudaryono.
Lain halnya sastrawan Lampung Isbedy Stiawan Z.S yang ikut dalam acara tersebut. Menurut dia, pembentukan lembaga semacam ASI tidak memiliki kontribusi yang jelas. "Lembaga-lembaga yang ada bahkan cenderung mengultuskan ketuanya, misalnya Komunitas Sastra Indonesia (KSI) dan Komunitas Utan Kayu (KUK). Mestinya kalau mau membesarkan ya anggotanya atau karya," kata dia.
Menyinggung soal advokasi, Isbedy juga mempertanyakan efektivitas lembaga menjalankan fungsi pembelaan. Lembaga-lembaga tersebut hanya hangat di forum pertemuan. "Karena lembaga itu menurut penyelenggara harus dan ini disetujui peserta lain, saya bisa menerima lembaga itu," ujar Isbedy.
Selain Isbedy, sastrawan lain seperti Acep Zamzam Noor, Sosiawan Leak, Anwar Putra Bayu, dan Suyadi San juga tidak setuju dengan forum Aliansi Sastrawan Indonesia.
Terkait hak cipta, Sekjen Depkum HAM Abdul Bari Azed yang juga hadir sebagai pemateri menyatakan hak cipta karya sastra perlu diperjuangkan. Karya sastra juga bias jadi sasaran bajakan dan penjiplakan seperti yang terjadi pada buku atau musik. "Karya sastra juga dilindungi UU Hak Cipta No12/1997. Sudah seharusnya sastrawan mulai peduli dengan masalah ini," ujar Bari.
Temu Sastrawan Indonesia 1 diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi. Gubernur Jambi, Ketua DPRD, dan Muspida provinsi duduk sebagai penasihat. Kadisbudpar duduk sebagai ketua umum.
Menurut ketua pelaksana TSI 1 Sudaryono, dukungan pemda dan media massa menjadi kunci sukses acara tersebut. "Ini forum sastrawan yang acaranya diselenggarakan pemda. Tanpa ada birokrat yang peduli pada kesenian dan kebudayaan sepertinya sulit melakukan acara semacam ini," ujar dosen Universitas Negeri Jambi yang juga penyair ini.
TSI 1 diikuti sastrawan dari Sumatera, Jawa, Bali, NTB, Kalimantan, dan Sulawesi. Pada musyawarah sastrawan kemarin, seluruh peserta setuju TSI diteruskan. Untuk tahun depan, Bangka Belitung akan menjadi penyelenggara. n MAT/U-2
Read Users' Comments (0)Perolehan Medali PON XVII 2008
7/18/2008 10:08:00 AM | Label: berita pilihan
PEROLEHAN MEDALI PON XVII - 2008 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Catatan : 1. Masih ada tiga medali dari tiga nomor Cabor Terbang Layang yang ditangguhkan 2. Sesuai dengan Keputusan Nomor : 08/DH-PB. PON XVII-2008 menyatakan bahwa untuk Cabor Loncat Indah dengan Nomor Tanding : 1. Solo Free Routine, Solo Technical Routine 2. Duet Free Routine, Duet Technical Routine 3. Team Free Routine, Team Technical Routine 4. Team Free Combination dinyatakan sah untuk dipertandingkan. 3. Sesuai dengan Keputusan Nomor : 09/DH-PB. PON XVII/VII/2008 menyatakan bahwa untuk Cabor Menembak dengan Nomor Tanding : 1. 50 m Rifle 3 Position Women Individual 2. 50 m Rifle 3 Position Women Team dinyatakan sah untuk dipertandingkan. |